Selasa, 29 Oktober 2013

Lumbosacral

 Anatomi Vertebra Secara Umum
                Kolumna vertebralis adalah sebuah struktur tulang yang lentur dibentuk oleh tulang yang disebut vertebra dan diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Tulang tersebut dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya, yaitu terdiri atas tujuh vertebra servikalis, dua belas vertebra thorakalis, lima vertebra lumbalis, lima vertebra sakralis dan empat vertebra koksigis (Bontrager, 2001). Jadi kolumna vertebralis dibentuk oleh 33 segmen yang masing-masing mempunyai bentuk anatomi dasar yang sama, akan tetapi mempunyai madifikasi ciri-ciri regional yang khas sesuai dengan fungsi-fungsi khusus dari masing-masing bagian (Bajpai, 1991). 
Columna vertebra secara umum mempunyai 3 (tiga) bagian utama yaitu :
a. Korpus Vertebra
Merupakan tulang berbentuk silinder yang terletak disebelah anterior, permukaan superior dan inferior merupakan bidang yang datar serta kasar. Korpus berfungsi untuk menahan dan menyalurkan penyebaran berat badan (Bajpai, 1991).
b. Arkus Neuralis (Arcus Vertebralis)
Dibentuk oleh sepanjang pedikel-pedikel yang menjorok dari bagian posterolateral bagian atas korpus dan menonjol dibagian posterior. Sepasang lamina menjorok dari ujung posterior ke pedikel-pedikel, berjalan kesebelah posterior dan bertemu di garis tengah untuk menyempurnakan terbentuknya arkus neuralis (Bajpai, 1991).
c. Prosesus-Prosesus
Arkus vertebra mempunyai tujuh prosesus yaitu satu prosesus spinosus, dua prosesus tranversus dan empat prosesus artikularis (Snell, 1997). Prosesus spinosus menonjol ke posterior dari pertemuan dua lamina, prosesus tranversus menonjol lateral dari titik pertemuan lamina dan pedikulus. Kedua jenis prosesus ini berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi perlekatan otot dan ligamentum. Prosesus artikularis tersusun vertikal dan terdiri dari dua prosesus superior dan dua prosesus inferior. Menonjol dari perbatasan lamina, pedikulus dan fasies artikularis ditutupi tulang rawan hialin. Prosesus artikularis superior dan satu arkus vertebra berartikulasi dengan prosesus artikularis inferior dari arkus vertebra diatasnya dan membentuk artikularis synovialis (Snell, !997).
Ciri-ciri umum dari berbagai jenis vertebra dapat dilihat pada gambar dibawah ini :




Gambar 2. Gambar ciri-ciri umum jenis vertebra (Bajpai, 1991)
 
 





Kolumna Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar, badannya lebih besar dari pada vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti tapak kecil, prosesus tranversusnya panjang dan langsing. Ruas ke lima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral (Pearce, 1999). Vertebra lumbalis diketahui dari tidak terdapatnya foramen tranversarium serta tidak terdapatnya fasies kostalis dan juga lebih besar dibandingkan vertebra servikalis dan vertebra thorakalis. Korpusnya lebar dan padat serta berbentuk bulat telur dengan diameter lateral lebih panjang dari diameter posteriornya. Tinggi vertikal korpusnya lebih besar disebelah anterior daripada posteriornya, terutama vertebra lumbalis ke lima. Faktor ini juga bertanggung jawab untuk terjadinya kecembungan kesebelah anterior di daerah ini di samping bentuk diskus intervertebralisnya. Korpus sedikit mengecil di bagian tengah (Bajpai, 1991).
Gambaran dari vertebra lumbalis dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 5. Vertebra Lumbalis dilihat dari (a) Superior (b) Lateral,
(Bontrager, 2001)


Fisiologis
Kolumna vertebralis berfungsi sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga dan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungnya memberi fleksibilitas yang memungkinkan membungkuk tanpa patah. Kolumna vertebralis memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kaitan otot dan memberikan kaitan pada iga-iga, cakramnya berfungsi untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan badan seperti waktu berlari dan meloncat sehingga sumsum tulang belakang terlindung dari goncangan (Pearce, 1999).
Kolumna vertebralis sebagai pilar utama yang berfungsi untuk melindungi medula spinalis dan menunjang berat badan serta batang badan, yang diteruskan ke tulang-tulang paha dari tingkat bawah(Snell, 1997). Selain itu juga berfungsi untuk menghasilkan gerakan-gerakan serta menjadi tempat untuk melekatnya otot-otot (Bajpai, 1991).

Klavikula

Klavikula adalah tulang panjang yang mempunyai sebuah korpus dan dua buah ujung. Ujung lateral disebut ekstremitas akromial, yang bersendi pada prosesus akromion dari scapula. Ujung medial disebut ekstremitas sterna yang membuat sendi dengan sternum (Bontrager, 2001).
Ujung lateralis atau ekstremitas akromialis, mempunyai permukaan sendi yang datar dan berbentuk bulat telur untuk bersendi dengan prosesus akromialis scapula. Pada tempat ini melekat kapsula sendi akromioklavikularis. Pada laki-laki, ternyata pada posisi anatomis tubuh letaknya lebih tinggi (Bajpai, 1991).
Ujung medialis atau ekstremitas sternalis, suatu permukaan sendi yang quadrangularis meliputi juga permukaan inferior. Bersendi dengan insisura klavikularis sterni dan juga dengan rawan iga pertama dengan adanya perluasan permukaan sendi kesebelah inferior. Pinggir-pinggir permukaan sendi menjadi tempat perlekatan ligamentum kapsulare dari artikulasio sternoklavikulare dan diskus intra artikularis (Bajpai, 1991).
Korpus mempunyai lengkung ringan berganda seperti huruf “S”. 2/3 bagian medial cembung dan 1/3 bagian lateral cekung ke muka. Korpus mempunyai dua permukaan yaitu superior dan inferior serta mempunyai dua tepi yaitu tepi anterior dan tepi posterior. Ujung lateral atau ekstremitas akromialis lebih pipih walaupun ujung medial atau ekstremitas sternalis lebih bulat. Permukaan superior korpus licin, sedangkan permukaan inferior lebih kasar. Tanda-tanda ini membantu untuk menentukan sisi-sisi tulang (Bajpai, 1991).
Klavikula berhubungan dengan acromion dengan pertolongan sendi (sendi klavikula-ujung bahu), perhubungan dengan prosesus coracoideus ialah dengan pertolongan ikatan yang kuat. Perhubungan taju ini dinamakan Syndesmosis. Perhubungan antara klavikula dengan tulang dada ialah dengan pertolongan sendi (sendi klavikula-tulang dada) simpai sendinya amat kuat (Sofian, 1962).
Penulangan klavikula merupakan penulangan membranosa dan merupakan tulang pertama yang memulai penulangan. Dua pusat utama di bagian tengah korpus pada minggu ke 5 dan ke 6 kehidupan intra uterin. Keduanya bersatu pada hari ke 45. Pusat sekunder untuk ekstremitas sternalis tampak merupakan tulang rawan yang pada umur 19 sampai 20 tahun segera akan bersatu dengan korpus klavikula. Penulangan sekunder pada ekstremitas akromialis tidak selalu ada. Pada beberapa orang dapat tampak pada umur 20 tahun membentuk suatu epipisis yang kecil yang akan segera bersatu dengan korpus klavikula (Bajpai, 1991).
Klavikula memberi kaitan kepada beberapa otot dari leher dan bahu dan dengan demikian bekerja sebagai penopang lengan (Pearce, 1999). Klavikula bekerja sebagai penyanggah yang dapat bergerak pada ujung lateral anggota badan atas dipertahankan dalam berbagai posisi sehingga dapat menolong dalam pergerakan di berbagai bidang. Klavikula memegang anggota badan atas jauh dari batang badan, maka klavikula dapat bergerak tanpa rintangan batang badan. Gerak terjauh dari anggota badan atas pada sendi bahu membutuhkan gerakan-gerakan yang sesuai dari klavikula dan juga scapula. Klavikula juga

menjadi pembentuk lengkung bahu (Bajpai, 1991).


                    Gambar 1. Klavikula dilihat dari Lateral (Sobotta, 1989)
     Keterangan
  1. Extremitas sternalis
  2. Corpus clavikulae
  3. Tuberculum conoideum
  4. Extremitas acromialis

                                       Gambar 2. Klavikula dilihat dari Kaudal (Sobotta, 1989)
Keterangan
  1. Extremitas sternalis
  2. Corpus clavikulae
  3. Extremitas acromialis
  4. Facies articularis acromialis
  5. Linea trapezoidea
  6. Tuberculum conoideum
  7. Sulcus musculi subclavii
  8. Foramen nutricium
  9. Impressio ligamenti costoclavicularis
  10. Facies articularis sternalis

Minggu, 27 Oktober 2013

Heel Effect

1.      Definisi Heel Effect

Heel effect adalah reduksi intensitas sinar-X terhadap permukaan anoda dari lapangan sinar-X (Bushberg, 2001), Sedangkan menurut Bushong (2001), heel effect adalah konsekuensi akibat prinsip garis fokus bahwa intensitas radiasi sinar-X pada sisi katoda akan lebih besar dibandingkan pada sisi anoda. Intensitas sinar-X yang di emisikan melewati kemiringan “heel” target direduksi karena lebih panjang melewati garis edar target oleh karena itu sebagian emisi sinar-X diserap oleh bahan target. 

Gambar 1. Anoda Heel Effect   (Bushberg, 2001)

Adapun definisi heel effect menurut Carroll (1985), intensitas sinar-X yang menuju kearah anoda lebih sedikit dibandingkan dengan intensitas sinar-X yang menuju kearah katoda karena foton yang mempunyai arah sinar mendekati atau tegak lurus dengan permukaan anoda akan mengalami perlemahan yang lebih sedikit, sedangkan yang mendekati atau sejajar dengan kemiringan permukaan anoda akan mengalami perlemahan yang lebih besar atau terserap oleh atom bahan target seluruhnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian heel effect adalah penyebaran intensitas sinar-X yang tidak merata dikarenakan penyerapan sebagian sinar-X oleh permukaan anoda sehingga intensitas sinar-X yang lebih dekat sisi anoda akan mengalami perlemahan.

2.      Proses Terjadinya Heel Effect
Heel effect dikarenakan oleh faktor geometri dari sudut anoda target, intensitas radiasi lebih besar pada sisi katoda dibandingkan sisi anoda. Elektron-elektron membom target, sinar-X diproduksi dan sebagian besar di emisikan pada sudut antara 45 hingga 90 derajat dari perjalanan elektron. Elektron-elektron tersebut diabsorbsi oleh bahan target itu sendiri atau oleh tube housing. Foton diemisikan oleh permukaan target ke segala arah. Intensitas radiasi yang diemisikan akan bertukar-tukar antara foton ke arah sisi katoda dan ke arah sisi anoda. Foton yang diemisikan kearah sisi anoda diserap oleh material  target itu sendiri dibandingkan yang diemisikan pada pemukaan arah sisi katoda.


Gambar 2. Pembentukan Foton pada Target (Carlton, 2001)

Keterangan:
1.    Foton
2.    Arah  gelombang foton

Foton A keluar pada sisi anoda, sedangkan foton B keluar pada sisi katoda. Jarak yang harus ditempuh foton A menembus lebih besar dibandingkan dengan foton B. Foton yang paling banyak mengalami penyerapan adalah foton C. Foton D keluar dan diabsorbsi oleh housing. Foton E keluar menuju sisi anoda tetapi diserap oleh material anoda itu sendiri. Foton F keluar kesisi katoda karena malalui penyerapan yang pendek.
Total variasi kira-kira 45 persen paralel dari anoda ke katoda. Variasi 45 persen ini cukup signifikan karena terlihat berbeda pada saat menggunakan film berukuran besar pada jarak yang dekat (Chalton, 2001)


Gambar 3. Kurva Distribusi Intensitas Sinar-X (Meredith, 1977).

Keterangan:
Titik a       : intensitas pada sisi anoda
Titik b       : intensitas pada pusat sinar
Titik c       : intensitas pada sisi katoda
Sumbu x  : u-v : variasi intensitas
Sumbu y  : intensitas sinar-X
d               : tabung sinar-X
  
Gambar di atas menunjukkan suatu contoh bagaimana sinar-X bervariasi sepanjang garis u-v. Kurva yang terbentuk adalah yang tidak simetris antara sisi kanan dan sisi kiri dari sumbu sinar.
a.      Titik a dan c terjauhkan dari sumbu sinar atau sumbu b. sebagaimana diketahui bahwa penyebaran intensitas dalam hukum kuadrat terbalik yaitu menghasilkan intensitas yang diturunkan bertahap pada titik yang semakin jauh dari titik pusat sinar. Intensitas titik a dan c lebih kecil dibandingkan titik b.
b.      Radiasi dari titik a dan c berjalan secara miring melalui berbagai penyerapan seperti dinding tabung sinar-X. Radiasi di titik a dan c karena berjalan miring maka jarak yang harus ditempuh pada bahan di atas semakin panjang dibandingkan radiasi di titik b yang berjalan tegak lurus terhadap permukaan bahan di atas.
c.      Kemiringan anoda menyebabkan intensitas di sisi katoda lebih besar. Pada gambar ditunjukkan bahwa intensitas di titik c lebih besar dari pada titik a.
d.      Sinar-X yang dipancarkan ke arah tititk antara a dan b banyak diserap bahan anoda jika dibandingkan dengan sinar-X yang dipancarkan ke arah titik b dan c. Jumlah intensitas di titik a lebih berkurang dibandingkan di titik b dan c

3.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Heel Effect
a.      Ukuran Focal Spot.
Pemilihan satu atau Focal Spot yang lain umumnya dibuat dengan mA station selector pada operating console. focal spot kecil digunakan pada kondisi mA kira-kira 300 mA ke bawah, sedangkan Focal Spot besar digunakan pada kondisi mA kira-kira 400 mA ke atas (Bushong, 2001).
Semakin luas ukuran focal Spot menyebabkan heel effect semakin besar, karena perbedaan ketebalan dari permukaan material anoda  dimana sinar-X hilang lebih besar pada titik yang satu terhadap titik lainya (Carroll, 1987).  
                                                                                                      
b.      Sudut Target
Sudut target adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan target dengan garis vertikal, sudut yang biasa digunakan dalam tabung sinar-X adalah antara 7-20 derajat. Rata-rata dalam diagnostik adalah 17 derajat dari garis vertikal. Kemiringan target berpengaruh terhadap heel effect, semakin curam kemiringan target menyebabkan heel effect semakin besar (Carroll, 1985).

                  a                                          b
Gambar 4. Pengaruh Kemiringan Target Terhadap Heel Effect (Carroll, 1985).

Gambar a dan gambar b mempunyai sudut kemiringan target yang berbeda, sudut kemiringan target gambar a lebih besar dibandingkan sudut kemiringan target b.
Pada gambar a mempunyai lintasan oz sedangkan gambar b mempunyai lintasan o’z’. lintasan oz lebih pendek dibandingkan lintasan o’z’ yang berarti foton pada c’ akan lebih banyak mengalami penyerapan oleh bahan target dibandingkan titik c. Heel effect pada gambar a lebih kecil dibandingkan heel effect pada gambar b, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin besar sudut kemiringan target maka semakin kecil heel effect yang timbul.

c.      Keausan Permukaan Target
Ditandai dengan berlubangnya permukaan target, terjadi karena umur target dan beban terlalu besar. Hubungan keausan target dengan heel effect adalah seperti pada gambar berikut:

              a                                           b
Gambar 5. Pengaruh Kemiringan Target Terhadap Heel Effect (Meredith, 1977).

Gambar tersebut menunjukan interaksi antara elektron dengan bahan target di kedalaman tertentu tetapi pada gambar b mempunyai titik interaksi lebih dalam dibandingkan gambar a karena adanya lubang pada permukaan anoda gambar b.
Pada gambar a lintasan oz lebih pendek dibandingkan lintasan o’z’ pada gambar b yang berarti foton pada c’ akan lebih banyak mengalami penyerapan oleh bahan target dibandingkan titik c. Heel effect pada gambar a lebih kecil dibandingkan heel effect pada gambar b, oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin besar keausan target maka semakin besar heel effect yang timbul.
Distribusi sinar-X yang baik adalah saat tabung masih baru dan bahan target belum aus. Distribusi yang tidak merata akan semakin besar seiring dengan penggunaan tabung, bila pada target terjadi pengkasaran permukaan karena aus. Anoda yang telah aus menyebabkan distribusi sinar-X yang tidak baik karena adanya atenuasi yang tidak sesuai dengan yang diinginkan (Meredith, 1977).

d.      Variasi FFD dan Luas Lapangan Penyinaran.
Semakin ditampakkan ketika menggunakan FFD yang relatif kecil, menggunakan film besar dan bagian tubuh yang memiliki ketebalan seragam atau soft tissue (Carroll, 1987).
Sinar-X dipancarkan divergen, jumlah intensitas sinar-X yang dipancarkan dengan kemiringan tertentu diperoleh dengan kemiringan tertentu diperoleh dengan menggunakan pengukuran densitas film, sedangkan pengukuran intensitas adalah seperti digambarkan pada diagram berikut:
Gambar 6. Kurva Pengaruh Kemiringan Target terhadap Heel Effect (Carroll, 1987).

Pada variasi FFD dan kemiringan sinar-X diagram diatas menunjukan arah sinar-X dari target anoda diam dengan sudut 20 derajat. Garis horisontal merupakan panjang film dan garis vertikal menyatakan jarak fokus ke film (FFD). Intensitas pada masing-masing variasi emisi kemiringan sinar-X dinyatakan dalam prosentase. Titik sumbu sinar dianggap mempunyai intensitas 100% dan kearah sisi anoda sinar-X intensitasnya turun, sedangkan kearah katoda intensitasnya naik kemudian turun, hal ini sesuai dengan gambar dari distribusi sinar-X yang tidak merata sepanjang garis longitudinal tabung (Carroll, 1987).

4.      Pengukuran Heel Effect
Pengukuran adalah kegiatan pengumpulan data, pengumpulan data ini harus diolah dulu supaya dapat tampil secara terintegrasi dan ilmiah. Tampilan hasil pengolahan inilah yang kemudian perlu diinterpretasikan melalui suatu analisa. Pengukuran dibagi menjadi dua yaitu pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung.
a.     Pengukuran Heel Effect Secara Langsung.
Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan dengan cara membandingkan langsung sesuatu yang akan diukur dengan sebuah standar yang dipakai sebagai alat ukurnya. Misalnya seseorang mengukur panjang seutas tali, ia akan membandingkan panjang tali itu dengan mistar yang dimilikinya (Sugata, 1992), samahalnya yang di kemukakan Mutiara (2004), pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan nilai hasil pengukuran secara langsung.
Pengukuran heel effect secara langsung bisa dilakukan menggunakan ionization chamber dan TLD (Thermoluminescent dosemeters). pengukuran menggunakan TLD, mengukur dengan cara menyerab radiasi (Fung, 2000)
Pengukuran radiasi sebaiknya dibuat dengan ionization chamber dibawah sinar secara langsung. Jika pengukuran tidak dapat dibuat dengan cara ini, biasanya dibuat dengan masing-masing pengukuran dengan ionization chamber diposisikan pada sisi yang sama misalnya pada sisi khatoda dan sisi yang lain juga menggunakan ionization chamber yang sama dan jarak yang sama  dari central ray (Grey, 1983).

b.     Pengukuran  Heel Effect Secara Tidak Langsung.
Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang dilakukan apabila nilai hasil ukuran tidak mungkin didapatkan langsung. Nilai hasil ukuran yang dicari didapatkan berdasarkan hubungan fungsional tertentu dari beberapa hasil pengukuran langsung. Contohnya adalah mengukur tinggi berdasarkan hasil pengukuran sudut dan jarak (Mutiara, 2004).
Pengukuran heel effect  secara tidak langsung dapat dilakukan menggunakan film radiograf dengan cara diekspos dan kemudian diukur densitasnya menggunakan densitometer. Menurut Carroll (1987), pengukuran heel effect dapat dilakukan dengan menggunakan film radiograf dengan cara diekspos. Satu sisi film berada pada sisi anoda dan sisi lainya berada pada sisi katoda.
Kerika pengukuran dilakukan menggunakan film, maka film harus diletakan tegak lurus terhadap sumbu anoda-katoda. Step wedge sebaiknya diletakkan sepanjang sumbu anoda-katoda karena perubahan intensitas yang terlalu kecil dapat terorientasikan (Grey, 1983). 





Sinar X

A. Tabung sinar-X
      Untuk pembuatan sinar-X diperlukan sebuah tabung rontgen hampa udara dimana terdapat elektron-elektron yang diarahkan dengan kecepatan tinggi (Rasad, 1992).
       Tabung sinar-X adalah bagian dari imaging system sinar-X yang jarang diperhatikan oleh radiografer. Struktur eksternal dari tabung sinar-X terdiri dari tiga bagian yaitu support structure, pelindung tabung, dan kaca atau metal pembungkus, sedangkan stuktur internal terdiri dari dua elektroda yang disebut anoda dan katoda (Bushong, 2001), sedang menurut Bushberg (2001), komponen utama tabung sinar-X adalah anoda, katoda, rotor/stator, metal atau gelas pembungkus, rumah tabung. Untuk gambaran diagnostik, elektron dari filament dipercepat kearah ke anoda oleh kilovolt peak (kVp) dengan rentang 20.000 sampai 150.000 V (20 sampai 150 kVp).

Gambar 1. Tabung Sinar-X (Bushberg, 2001)
             Keterangan gambar:
           1.   Copper Electrode
           2.   Tungsten Target (anoda)
           3.   Katoda
           4.   Evacuated Glass housing

1.    Katoda
       Sumber elektron tabung sinar-X adalah dari katoda, yaitu dari filament yang berbentuk helical terbuat dari kawat tungsten yang dikelilingi olehfocusing cup. Filament circuit memberikan voltase kurang lebih 10 V kepada filament, memproduksi arus hingga 7A melewati filament (Bushberg, 2001).Sudut negatif dari tabung sinar-X yang terdiri dari filament dan focusing cup. Filament adalah sebuah coil dari kawat yang biasanya mempunyai panjang kira-kira 1 atau 2 cm dan berdiameter kira-kira 2 mm. Filament biasanya terbuat dari tungsten. Tungsten memberikan emisi panas yang lebih tinggi dan mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan logam-logam yang lain (Bushong, 2001). Pada Focusing cup, sebelum semua elektron bergerak dari katoda menuju katoda, sinar elektron cenderung menyebar keluar karena penolakan elektrostatik (Bushong, 2001).

                                            Gambar 2. Katoda (Burshberg, 2001)
        Keterangan gambar:
                 1.     Focusing cup
                 2.    Small focal spot filament
                 3.    Large focal spot filament
                 4.    Focusing cup

2.    Anoda
            Anoda adalah sebuah target logam electrode yang mempunyai potensial positif. Elektron-elektron membentur lapisan anoda membentuk suatu energi yang sebagian besar energi menjadi energi panas dengan sedikit mengemisikan sinar-X (Bushberg, 2001).
        Anoda merupakan bagian positif dari tabung sinar-X. terdapat dua tipe anoda, yaitu anoda stationery atau anoda diam dan anoda berputar ataurotating anode (Bushong, 2001), serupa dengan yang dikumukakan Bushberg (2001), tabung sinar-X mempunyai bentuk anoda diam dan anoda berputar. Bentuk sederhana dari tabung sinar-X adalah stationary anode atau anoda diam. Anoda ini terbuat dari tungsten yang ditempelkan pada blok tebaga pada anoda.

                                   Gambar 3. Anoda Diam dan Anoda Putar (Bushong, 2001)

             Keterangan gambar:
                 1.    Tungsten
                 2.    Copper
                 3.    Molybdenum

Anoda mempunyai tiga fungsi dalam tabung sinar-X:
1)    Menerima pancaran elektron dari katoda, menginduksikan elektron tersebut malalui tabung yang dihubungkan kabel dan kembali pada bagian tegangan tinggi tabung dari pesawat sinar-X.
2)    Anoda sebagai support mekanik dari target.
3)    Anoda sebagai radiator suhu yang baik.
             Sudut target adalah sudut yang dibentuk oleh permukaan target dengan garis vertikal, sudut yang biasa digunakan dalam tabung sinar-X adalah antara 7-20 derajat. Rata-rata dalam diagnostik adalah 17 derajat dari garis vertikal (Carroll, 1987). Sedangkan menurut (Bushberg, 2001) sudut anoda didefinisikan sebagai sudut dari permukaan target terhadap bidang pertengahan dari sinar-X. Sudut anoda pada tabung sinar-X mempunyai rentang 7 hingga 20 derajat dan umumnya memakai kemiringan sudut 12 sampai 17 derajat.

B.     Produksi Sinar-X
        Sinar-X diproduksi dari perpindahan energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Elektron yang bergerak cepat mempunyai energi kinetik dan energi kinetik tersebut diubah menjadi energi panas dan energi radiasi ketika elektron tersebut secara tiba-tiba terhenti oleh target.
           Dalam pembentukan sinar-X diagnostik sebagian besar menjadi energi panas (kira-kira 99%) dan sebagian kecil (kira-kira 1%) menjadi sinar-X (Bushong, 2001).
             Suatu tabung pesawat roentgen mempunyai beberapa persyaratan, yaitu: mempunyai sumber elektron, gaya yang mempercepat gerakan elektron, lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara, alat pemusat berkas elektron, dan penghenti elektron (Rasad, 1992).

1.      Proses Terjadinya Sinar-X
Menurut Rasad (1992), proses terjadinya sinar-X adalah sebagai berikut:
a.    Katoda (filament) dipanaskan lebih dari 2000oC sampai menyala menggunakan aliran listrik yang berasal dari transformator.
b.    Karena panas, elektron-elektron dari katoda terlepas.
c.     Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektron-elektron akan dipercepat gerakanya menuju anoda menggunakan alat pemusat (focusing cup).
d.    Filament dibuat relatif negatif terhadap target sehinnga terbentuk panas >99% dan sinar-X <1%.
e.    Pelindung atau perisai timah akan mencegah keluarnya sinar-X dari tabung sehingga sinar-X yang     terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela tabung.
f.   Panas yang tinggi pada target akibat benturan elektron diminimalisasi oleh radiator pendingin.

2.      Jenis-jenis Sinar-X
a.      Sinar-X Karakteristik
            Sinar-X karakteristik terjadi jika proyektil elektron berinteraksi dengan elektron lintasan terdalam atom target kemudian terjadi ionisasi, atom elektron bagian dalam yang terionisasi tergantikan elektron pada lintasan terluarnya sambil memancarkan sinar-X karakteristik.

                                 Gambar 4. Pembentukan Sinar-X Karakteristik (Bushong, 2001) 

       Ketika proyektil elektron mengionisasi atom target pada lintasan K, sehingga terjadi ketidaksetabilan atom target yang kemudian untuk mencapai kesetabilan dengan cara mengisi kakosongan elektron pada kulit K yang terionisasi. Transisi dari lintasan elektron terluar ke lintasan terdalam ini sambil mengemisikan sinar-X karakteristik (Bushong, 2001).

b.      Sinar-X Bremsstrahlung
          sinar-X bremsstrahlung ditimbulkan setelah berkas elektron melintasi medan ini atom dan dipengaruhi oleh gaya tarik coulom sehingga mengalami perlambatan, pada peristiwa perlambatan tersebut disertai dengan pembentukan spektrum radiasi sinar-X yang bersifat kontinyu (Bushong, 2001)


                          Gambar 5. Pembentukan Sinar-X Bremsstrahlung (Bushong, 2001)

3.      Interaksi Sinar-X dengan Bahan
           Sinar-X merupakan radiasi elektromagnet yang membawa energi dalam bentuk paket-paket yang disebut foton. Sinar-X memiliki panjang gelombang yang sangat pendek, sekitar 10-8-10-9 meter. Semakin tinggi energinya maka semakin pendek panjang gelombangnya. Sinar-X dengan energi rendah cenderung berinteraksi dengan elektron dan energi tinggi cenderung berinteraksi dengan inti atom.
         Dalam imaging diagnostik ada tiga mekanisme interaksi sinar-X yaitu: efek Compton, efek fotolistrik, dan produksi pasangan.
a.      Efek Compton
           Sinar-X yang berinteraksi dengan bahan, mengenai elekron pada kulit terluar tidak hanya menghasilkan hamburan sinar-X tetapi juga terjadi pengurangan energi dan ionisasi atom target. Interaksi ini disebut efek Compton atau hamburan Compton.
                 Sinar-X yang mengenai elektron pada kulit terluar akan mengeluarkan elektron tersebut dan mengionisasi atom target. Elektron yang dipancarkan itu disebut elektron Compton atau uelektron skunder. Sinar-X terus berjalan setelah mengenai elektron namun dengan arah yang berbeda dan energinya lebih rendah daripada energi sinar-X datang.
                   Energi sinar-X datang sebanding dengan energi hamburan compton dan energi dari elektron yang terlepas. Energi elektron yang terlepas sebanding dengan energi ikat dan energi kinetik elektron saat meninggalkan kulitnya. Secara matematika dapat dirumuskan sebagai berikut:

      Ei = Es + (Eb + Eke)

      Dimana:
      Ei : energi sinar-X datang
      Es : energi hamburan sinar-X
      Eb : energi ikat elektron
      Eke : energi kinetik dari elektron
            Hamburan Compton dapat mengurangi kontras dalam hasil radiografi. Apabila suatu hasil radiografi terkena hamburan compton maka akan banyak terjadi fog, densitasnya sama sehingga akan mengurangi nilai kontras (Bushong, 2001).
                                      Gambar 6. Efek Compton (Bushong, 2001)

b.      Efek Foto Listrik
               Efek foto listrik terjadi apabila sinar-X yang mengenai elektron pada kulit terdalam terjadi ionisasi dan juga terjadi absorsi. Sinar-X tersebut tidak terjadi hamburan sinar-X karena semua energinya telah diserap.
                   Energi yang terlepas dari kulit atom disebut foto elektron, dimana mempunyai energi kinetik yang besarnya adalah selisih dari energi ikat elektron dan energi awal dari sinar-X. Secara matematika dapat dirumuskan sebagai berikut:

      Ei = Eb + Eke

     Dimana:
     Ei : energi awal sinar-X
     Eb : energi ikat elektron
     Eke : energi kinetik dari elektron (Bushong, 2001)

                                            Gambar 7. Efek Foto Listrik (Bushong, 2001)
  
c.      Produksi Pasangan
               Proses ini hanya dapat terjadi pada medan listrik disekitar partikel bermuatan, terutama dalam medan sekitar inti. Interaksi antara sinar-X dan medan listrik inti atom menyebabkan sinar-X menghilang dan menyebabkan dua elektron tampak. Elektron satu merupakan elektron positif dan elektron yang satu merupakan elektron negatif. Proses ini disebut produksi pasangan.
               Produksi pasangan ini terjadi apabila energinya lebih dari 1,02 MeV maka produksi pasangan ini tidak penting dalam pencitraan diagnostik, tetapi digunakan dalam pencitraan radioisotop dalam kedokteran nuklir (Bushong, 2001).

                                             Gambar 8. Produksi Pasangan (Bushong, 2001) 
4.      Sifat-sifat Sinar-X
         Sinar-X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu:
        a. Merambat menurut garis lurus.
        b. Tidak terpengaruh medan listrik maupun medan magnet.
        c.  Dapat menyebabkan bahan-bahan tertentu berpendar ketika ditumbuk sinar-X.
        d.  Sinar-X memiliki daya tembus besar
        e.  Bukan cahaya tampak.
        f.   Membuat foto film menjadi hitam
        g.  Ionisasi, merupakan perubahan elektron-elektron dalam bahan akibat radiasi dari sinar-X.
        h.  Efek biologi, yaitu sianr-X dapat membuat efek biologi pada tubuh. Tetapi apabila sinar-X t             tersebut dapat dikontrol dengan baik efek tersebut akan dapat kita kurangi (Meredith, 1977).

C.     Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Sinar-X
1.      Arus Tabung Sinar-X
Arus tabung sinar-X dinyatakan dalam satuan mA. Pemilihan mA pada pembuatan radiograf perlu memperhatikan tegangan tabung sinar-X dan lamanya penyinaran. Jika tegangan tabung sinar-X dan lamanya penyinaran tetap maka penambahan mA akan berpengaruh pada banyaknya elektron yang mengalir pada tabung sinar-X, sehingga semakin banyak sinar-X yang diproduksi jika waktu eksposi tetap. Hubungan ini berbanding lurus dengan penambahan arus tabung. Ini berarti dengan penambahan mA dengan waktu eksposi tetap  akan berpengaruh terhadap penambahan kuantitas dan dosis radiasi yang diterima pasien (Bushong, 2001).
Perubahan mA atau lamanya waktu penyinaran akan mempengaruhi intensitas pada tiap tingkat energi dengan nilai berbanding lurus dengan perubahanya. Namun pada hakikatnya perubahan ini tidak berpengaruh terhadap besarnya energi yang dipancarkan (Carroll, 1985)
Intensitas sinar-X ditentukan oleh jumlah elektron per satuan waktu dari katoda ke anoda yang mencapai target dan dinamakan arus tabung. Dengan meningkatkan arus tabung akan meningkatkan jumlah elektron yang bertumbukkan ke anoda, sehingga sinar-X yang dihasilkan semakin banyak (Meredith, 1977). Intensitas sinar-X sebanding dengan arus tabung sinar-X (mA) dan lamanya waktu penyinaran (s) yang digunakan. Jika mAs dinaikkan dua kali maka elektron-elektron yang bertumbukkan pada target naik dua kalinya dan sinar-X yang dipancarkan menjadi dua kalinya.
Hal ini dirumuskan sebagai berikut:
I1 dan I2 adalah intensitas sinar-X pada mAs1 dan mAs2 (Bushong, 2001).
mAs hanya mempengaruhi kuantitas radiasi. Ketika mAs ditingkatkan, kuantitas radiasi juga meningkat atau sebanding (Bushong, 2001).
mAs juga berpengaruh terhadap densitas radiograf dan oleh karena itu juga mempengaruhi kontras (Carlton, 2001). Menurut Bushong (2001), mA berpengaruh terhadap densitas radiografi. Kenaikkan mA sebanding dengan kenaikan densitas radiografi. Sedangkan Meredith (1977), menyatakan teori bahwa mA mempengaruhi jumlah sinar-X yang menuju film. Jika semakin mA maka semakin besar jumlah sinar-X yang menuju film, dengan demikian densitas film semakin besar.

2.      Tegangan Tabung Sinar-X
kVp berpengaruh terhadap kontras film tetapi tidak terlalu besar. Faktor pengontrol atau pengendali utama dari radiograf adalah kVp. Jika kVp dinaikan maka kualitas dan kuantitas sinar-X akan bertambah. Banyak sinar-X yang di tranmisikan atau dipancarkan sampai tubuh pasien sehingga sinar-X primer banyak yang sampai ke film. Sinar-X akan berinteraksi dengan tubuh pasien sehingga jumlah interaksi Compton akan bertambah dengan bertambahnya kVp, yang menghasilkan perbedaan daya serap yang kecil dan akan mengurangi kontras subyek. Dengan penambahan nilai kVp radiasi hambur yang sampai ke film akan bertambah. Penambahan nilai kVp akan menurunkan kontras, dan ketika kontras radiograf rendah maka latitude menjadi tinggi dan terdapat faktor kesalahan yang besar (Bushong, 2001)
Perubahan tegangan tabung yang digunakan akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas sinar-X. Dengan bertambahnya kV, maka energi elektron akan bertambah sehingga kemampuan menembus bahan juga bertambah. Perubahan kV menyebabkan lebih banyak interaksi yang terjadi pada target sehingga kuantitas dari sinar-X juga bertambah (Carlton, 2001).
Intensitas sinar-X yang dihasilkan berbanding lurus dengan kuadrat tegangan tabung yang digunakan.


Dengan:
               I1          :  intensitas sinar-X sebelum tegangan tabung dinaikkan.
I2          : intensitas sinar-X sesudah tegangan tabung dinaikkan.
kVp1    : tegangan tabung (kV) sebelum dinaikkan.
kVp2    : tegangan tabung (kV) sesudah dinaikkan (Bushong, 2001).
  
3.      Jarak
Intensitas sinar-X yang dihasilkan oleh tabung sinar-X berbanding terbalik dengan kuadrat jarak yang digunakan. Hubungan ini berlaku hukum kuadrat terbalik (Bushong, 2001).
  Dengan I1          :  intensitas sinar-X sebelum jarak fokus ke film berubah.
I2          : intensitas sinar-X sesudah jarak fokus ke film berubah.
FFD1   : jarak fokus ke film sebelum bertambah (cm).
FFD2   : jarak fokus ke film sesudah bertambah (cm) (Bushong, 2001).

D.     Kualitas Radiograf
Kualitas radiograf adalah kemampuan sinar-X menembus bahan. Ada dua faktor yang berpengaruh terhadap daya tembus sinar-X, yaitu kVp dan filtrasi. Perubahan nilai kVp dapat mempengaruhi daya tembus sinar-X, radiasi hambur, dosis pasien, dan terutama kontras radiograf (Bushong, 2001).
Kualitas radiograf adalah kemampuan radiograf untuk menampakan objek sesuai aslinya (Curry, 1984), radiograf yang mempunyai kualitas tinggi akan menampakan detail objek secara jelas. Detail didefinisikan sebagai struktur terkecil dari suatu objek. Detail yang tinggi akan didapatkan apabila radiograf mempunyai resolusi yang tinggi. Resolusi adalah kemampuan radiograf untuk menangkap radiograf untuk menampilkan gambaran objek-objek yang berdekatan dengan jelas.
Kualitas radiograf sangat ditentukan oleh tiga hal yaitu, densitas, kontras, dan ketajaman (Carroll, 1985).
1.      Densitas
Densitas adalah derajat kehitaman didaerah-daerah pada radiograf (Carroll, 1985), sedang menurut Curry (1984), derajat kehitaman atau densitas berhubungan dengan intensitas radiasi sinar-X yang mengenai film. Sinar-X yang mengenai film mengakibatkan perak halida dalam emulsi direduksi pada waktu pembangkitan perak yang diruduksi mengakibatkan gambar hitam pada radiograf (Carroll, 1985).
Fungsi dari optical density adalah untuk membuat informasi didalam gambaran radiograf. Optical density diproduksi oleh sebuah film, optical density tersebut dapat diukur menggunakan densitometer (Papp, 2006)
Dalam setiap film mempunyai densitas dasar atau densitas film yaitu panghitaman pada film yang tidak dipengaruhi oleh radiasi atau cahaya. Nilai maksimal densitas dasar adalah 0.2, jika nilai dasar melebihi nilai maksimal akan mengurangi kualitas radiograf (Curry, 1984).
Rentang densitas dapat mendukung informasi yang disebut dengan rentang densitas guna, rentang densitas guna dalam diagnostic adalah 0.25 sampai 2.0 (Curry, 1984).


Gambar 9.  Step-Wedge Radiograph Representasi Range  dari OD (Bushong, 2001)
  
Optical density (OD) juga disebut radiographic density dapat diartikan sebagai derajat kehitaman dari radiograf. OD adalah aktualisasi logaritma dasar dari 10 rasio light incident pada sebuah film terhadap transmisi cahaya yang melewati film (Bushong, 2001).
Dalam medical radiography, kualitas gambar radiograf yang kurang baik dapat dikarenakan terlalu gelap atau terlalu terang. Jika radiograf terlalu gelap dikarenakan mempunyai optical density (OD) yang tinggi: terlalu besar radiasi sinar-X yang diterima oleh image reseptor dan film averexposed (Bushong, 2001).

2.      Kontras
Kontras radiografi adalah perbedaan densitas antara daerah-daerah dalam radiograf. Perbedaan densitas akan membuat kita melihat informasi yang tardapat dalam radiograf (Curry, 1984), sedang menurut Papp (2006), kontras didefinisikan sebagai perbedaaan diantara densitas pada sebuah radiograf dan berfungsi untuk melihat detail.
Kontras yang dapat diukur dengan alat densitometer dan dinyatakan dengan angka-angka. Kontras obyektif terdiri dari kontras radiasi, kontras film dan kontras radiografi (Chesney, 1985). Sedang kontras subjek adalah perbedaan kuantitas pada pancaran radiasi bagian tertentu karena perpedaan absorbsi karakteristik tissue dan bagian dalam. Faktor-faktor yang mempengerahi kontras subyek antara lain kualitas radiasi, radiographic part, media kontras, radiasi hambur, fogging, jenis penyakit (Papp, 2006)

3.      Ketajaman
Ketajaman adalah kemampuan radiograf menampakan tepi atau batas dari objek secara tegas. Ketajaman dapat dilihat dengan jelas pada radiograf yang mempunyai kontras tinggi. Faktor penentu ketajaman adalah ukuran Focal Spot, source-to-image receptor distance (SID), dan object-to-image receptor distance. Ketajaman dari detail gambar juga dipengaruhi oleh tipe intensifying screens dan adanya pergerakan (Bushong, 2001).