Sabtu, 21 Juli 2012

Teknik Pemeriksaan Vertebra Thoracal Pada Diagnosa Tuberkulosis Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Perkembangan ilmu radiologi yang sejalan dengan kemajuan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu pada umumnya menghasilkan pemeriksaan diagnostik (diagnostik imaging) yang semakin informatif. Perkembangan ilmu radiologi yang juga diiringi perkembangan peralatan radiologi yang semakin mutakhir menuntut manusia untuk meningkatkan kualitas, ketrampilan dan kinerja radiografer.Oleh karena itu,Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah merupakan salah satu program untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mahasiswa jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi dalam bidang teknik pemeriksaan Radiologi.
Di antara teknik pemeriksaan radiologi yang dipelajari adalah teknik pemeriksaan vertebra thoracal.Dalam pembuatan laporan kasus ini, penulis tertarik karena pada teknik pemeriksaan vertebra thoracal pada kasus tuberculosis tulang di RSUD Kebumen ditambahkan proyeksi thorak AP atas permintaan dokter spesialis radiologi karena pertimbangan tertentu.Oleh karena itu penulis mengangkat kasus dengan judul “Teknik Pemeriksaan Vertebra Thoracal  Pada Diagnosa Tuberkulosis  Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen”.
B.   Rumusan Masalah
Penulis akan mengangkat permasalahan antara lain:
1.     Bagaimanakah teknik pemeriksaan vertebra thoracal pada diangnosa Tuberkulosis di Instalasi Radiologi RSUD Kebumen ?
2.    Apakah alasan dilakukannya proyeksi tambahan seperti Thorak AP, apakah akan mendukung dalam pembacaan radiograf ?
3.    Apakah radiograf yang dihasilkan telah cukup memberikan informasi yang diharapkan ?

C.   Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut
1.    Penulis ingin menjelaskan bagaimana prosedur pemeriksaan Vertebra Thoracal dengan diagnosa Tuberkulosis yang biasa dilakukan di instalasi radiologi RSUD Kebumen.
2.  Untuk mengetahui alasan dilakukannya proyeksi tambahan seperti Thorak AP, apakah akan mendukung dalam pembacaan radiograf ?
3.    Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui fungsi pemeriksaan thorax AP  pada pasien dengan diagnosa tuberkulosis  yang biasa dilakukan di instalasi radiologi RSUD Kebumen.

D.    Manfaat Penulisan
1.      Bagi Penulis
Menambah pengetahuan tentang pemeriksaan vertebra Thoracal  khususnya pada diagnosa tuberkulosis dan melatih dalam pembuatan Laporan Kasus yang berkaitan dengan tugas – tugas profesionalisme. 
2.      Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan radiografer, radiolog, dan pihak yang terkait dalam melakukan pemeriksaan vertebra thoracal khususnya pada diagnosa tuberculosis.
3.      Bagi Politeknik Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang
Menambah khasanah ilmu teknik radiografi khususnya kasus Tuberkulosis.






E.   Metode Pengumpulan Data
1.    Observasi
Penulis melakukan pengamatan terhadap radiograf pasien yang telah diperiksa
2.    Pustaka
Penulis membaca buku-buku penunjang.
3.    Wawancara
Penulis mewawancarai radiografer, dokter radiologi dan dokter pengirim untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan pemeriksaan tersebut.

F.    Sistematika Penulisan
BAB I         PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
B.   Rumusan Masalah
C.   Tujuan Penulisan
D.   Manfaat Penulisan
E.   Metode Pengumpulan Data
F.    Sistematika Penulisan
BAB II        DASAR TEORI
A.   Anatomi dan Fisiologi
B.   Patologi
C.   Teknik Radiografi
BAB III       PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
A.   Paparan Kasus
B.   Teknik Radiografi
C.   Pembahasan
BAB IV      PENUTUP
A.   Kesimpulan
B.   Saran
Lampiran
BAB II
DASAR TEORI

A.Anatomi dan Fisiologi Vertebra Thoracal

Anatomi vertebra thoracal
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang ( Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis ). Di bagian dalam tulang terdapat rongga yang memanjang ke bawah yang berisi sumsum tulang belakang yang merupakan jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat. Saraf tersebut mengatur gerakan otot dan organ lain, seperti usus, jantung dan lainnya.
Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari :
Vertebra thoracal adalah bagian dari tulang belakang yang dibatasi oleh vertebra cervical di bagian proximal dan vertebra lumbal di bagian distal.
Vertebra servikalis adalah bagian bawah kepala dengan ruas-ruas tulang leher yang berjumlah 7 buah (CV I – CV VII). Vertebra servikalis merupakan bagian terkecil di tulang belakang. Secara anatomi vertebra servikalis dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah servikal atas (CV1 dan CV2) dan daerah servikal bawah (CV3 sampai CV7). Diantara ruas-ruas tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki truktur anatomi yang unik. Ketiga ruas telah diberi nama khusus, antara lain CV1 disebut atlas, CV2 disebut axis, dan CV7 disebut prominens vertebra.Ruas tulang leher umumnya mempunyai ciri yaitu badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping daripada dari depan ke belakang. Vertebra servikalis mempunyai korpus yang pendek dan korpus ini berbentuk segiempat dengan sudut agak bulat jika dilihat dari atas. Tebal korpus bagian depan dan bagian belakang.
Vertebra servikalis pertama dikenal sebagai atlas dimana berperan sebagai pendukung seluruh tengkorak. Atlas berbeda dengan vertebra servikalis lainnya karena tidak mempunyai korpus sehingga bentuknya hampir seperti cincin. Atlas tidak mempunyai prosesus spinosus namun memiliki tuberkulum posterior yang kecil yang berguna agar pergerakan kepala atau kranium lebih bebas.
Axis adalah yang terbesar dari semua vertebra servikalis. Kepala berputar di sekitar tulang axis.Terdapat penonjolan tulang keatas dari permukaan atas korpus disebut dens epistropheus atau disebut juga prosesus odontoid (odontoid process). Prosesus odontoid mirip dengan gigi .Permukaan depan dan belakang dari dens didapati permukaan persendian disebut fasies artikularis anterior dan posterior. Pada tulang ini prosesus transversus tidak jelas.
Ciri-ciri vertebra servikalis 7 (vertebra prominens) antara lain memiliki prosesus spinosus yang panjang dan tidak bercabang, foramen transversus tidak selalu ada.Vertebra sevical 7 meupakan vertebra servical yang terakhir yang di miliki sevical yang kemudian bersedi pada vertebra thoraxcal.
Vertebrae thorakalis atau ruas tulang punggung lebih besar daripada yang servikal dan di sebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebrae thorakalis adalah badannya berbentuk lebar – lonjong (berbentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil sisi untuk menyambung costae, lengkungnya agak kecil, Processus Spinosusnya panjang dan mengarah ke bawah sedangkan Processus Transversus, yang membantu mendukung costae adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk costae.
Ruas vertebra lumbal 1 berbatasan dengan vertebra throracal 12  Vertebra lumbal korpusnya lebih besar dibanding vertebra lainnya. Bentuknya lebar dan padat serta berbuntuk bulat telur. Foramen vertebralis berbentuk segitiga sedikit lebih besar daripada thorakalis tetapi lebih kecil dari vertebra cervikalis. Prosesus artikularis superior mengarah ke atas sedang prosesus artikularis inferior mengarah kebawah. Zygaphofisial joint membentuk sudut 30-500 terhadap MSP.
Tanda-Tanda umum vertebra
Ø  Tiap vertebrae terdiri atas 2 bagian, yaitu :
o   Segment anterior : corpus vertebrae.
o   Segment posterior: arcus neuralis atau arcus vertebrae
Ø  Corpus & arcus vertebrae membatasi suatu lubang yaitu : foramen vertebrale
Tanda-tanda Khas Vertebra :
Ø  Pada corpus bag dorsal dextra – sinistra tdp dataran sendi untuk bersendi dengan capitulum costae yi : fovea costalis.
Ø  Pada proc transversus tdp dataran sendi untuk sendi dgn tuberculum costae, kec : vert th XI-XII yi : fovea costalis transversalis.
Ø  Corpus vertebrae bentuk : jantung
Ø  Fovea costalis sup
Ø  Fovea costalis inf.
Bagian-Bagian Vertebra
1.     Arcus Vertebra
Terdiri dari :
Ø  Sepasang pediculus.
Ø  Sepasang lamina.
Ø  7 processus. Terdiri dari: 4 proc articularis,2 proc transversus,1.proc spinosus
2.     Corpus Vertebra
Ø  Bentuk silinder.
Ø  Dataran cranial & caudal  tak rata ditempati oleh jar ikat fibrocartilago : diskus intervertebralis.
Ø  Facies anterior :
o   Lobang-lobang kecil tempat masuknya a. nutricia
Ø  Facies posterior :
o   Satu lobang besar tempat keluarnya vena basivertebralis

3.     Pediculus arcus vertebrae
Ø Sepasang kanan- kiri
Ø Procesus pendek tebal & berpangkal pada dataran dorsocranial corpus vertebrae.
Ø Tonjolan yang menghadap ke dorsal.
Ø Tiap arcus terdapat lekukan yaitu : incisura vertebralis superior et inferior
Ø Diantara incisura vertebralis superior et inferior membentuk suatu lobang yaitu : foramen intervertebale yang dilalui N. spinalis & ggl spinalis.

4.     Lamina Vertebra
Ø Sepasang.
Ø Lanjutan arcus ke dorso-medial.
Ø Tipis & lebar, dan bersatu di linea mediana.
Ø Dataran cranial & caudal yang menghadap ke ventral terlihat kasar , merupakan tempat perlekatan lig.flavum.


5.     Prosesus Spinosus
Ø  Tonjolan ke dorsal & kaudal, setelah ke-2 lamina bersatu.
Ø  Untuk tempat perlekatan otot-otot & ligament
6.     Procesus articularis
Ø Berpagkal pada pertemuan antara pediculus & lamina.
Ø Terdapat sepasang sebelah sebelah cranial yaitu procesus articularis superior. Dan sepasang sebelah caudal yaitu procesus articularis inferior
7.      Prosesus Transvesus
Ø Sepasang kanan –kiri.
Ø Berpangkal pada pertemuan pediculus & lamina
Ø Terdapat diantara proc articularis superior & inferior.
Ø Perlekatan otot-otot & ligamen
Fungsi Tulang Vertebra
Ø Penyokong badan & meneruskan berat badan ke punggung & anggota bawah.
Ø Melindungi medulla spinalis dan selaputnya
Vertebra cervical 4 dan 7


Vertebra Thoracalis

Keterangan
1.    Proc.Spinosus : panjang. Ujung bentuk tuberkel
2.    Lamina Arcus vertebralis : luas & tebal
3.    Proc artic Superior
4.    Proc transversus
5.    Pediculus arcus vertebrae
6.    Corpus vertebrae
7.    Foramen vertebrae
8.       Proc transversus
Vertebra Lumbalis

 
Keterangan
1.      Proc Spinosus
            Lebar,tebal,btk segiempat
2.   Lamina arcus vertebrae
3     Proc artic superior
       Facet sendi konkaf
4. Proc transversus
5.  
6.  Corpus vertebrae
            Bag depan >> tebal dari bag blkg.
            Dataran blkg konkaf dlm arah transv.
            Dataran atas & bawah datar / sdkt konkaf


B.PATOLOGI

1.Tuberkulosis
A. DEFINISI
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak.
B. EPIDEMOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan kejadian yang paling umum dari tuberculosis tulang & itu terjadi sekitar 50% dari semua kasus tuberkuosis tulang hampir 88% tentang kasus infeksi atau peradangan tulang belakang yang kronis adalah tuberculous asal (kemp et.al 1973). Area predileksi yang utama adalah Tulang belakang, Pinggul, Lutut, Kaki, Siku, Tangan, dan Bahu. Rahang bawah (mandibula) dan sendi temperomandibular adalah daerah yang paling sedikit kejadiannya.
Frekuensi tuberculosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang, biasanya di daerah vertebra torakal atau vertebra lumbal, dan jarang terdapat di darah vertebra servikalis.
C. ETIOLOGI
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Beberapa penderita tuberkulosis Osteoarticular merupakan hasil penyebaran secara hematogen dari suatu infeksi primer fokus jauh. Fokus primer mungkin terjadi di paru-paru atau di lymphonode mediastinum, mesentry, daerah cervical dan ginjal. Infeksi menjangkau sistem tulang melalui saluran vaskuler, yang biasanya arteri sebagai hasil bacillemia atau kadang-kadang di dalam tulang belakang (axial skeleton) melalui vena plexus batson’s . Tuberculosis tulang & sendi dikatakan akan berkembang 2 sampai 3 tahun setelah fokus primer.
Basil Tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberculosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Disamping itu periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberculosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau discus intervertebra.
E. GEJALA KLINIS
Pada Arthritis Tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya mengenai 1 sendi, keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, penurunan berat badan. Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, malaise, keringat malam, anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier.
Pada sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada arthritis yang lainnya. Tanda awal berupa bengkak, nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah yang terkena teraba panas, kadang-kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa terjadi sendi berada dalam kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis.
Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night start). Mungkin disertai demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat, kelemahan otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Bila pinggul yang terkena, maka terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit rasa tidak enak. Dalam keadan yang lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan dan mengangkat tungkai pada sendi pinggul yang terkena, disertai rasa sakit yang sangat mengganggu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut.
Tuberkulosis vertebra (penyakit pott) biasanya terjadi didaerah thoracolumbal. Penyakit pott merupakan 50% dari seluruh kasus tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya seluruh kasus Tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya proses tejadi di bagian depan discus intervertebra, menyebabkan penyempitan ruang discus, memberi keluhan nyeri punggung yang menahun, kemudian disertai munculnya kifosis runcing akibat remuknya korpus vertebra yang terkena yang disebut gibbus. Gangguan neurologis terjadi karena terkenanya spinal cord atau adanya meningitis.
F. DIAGNOSA
Di Negara berkembang diagnosis tuberculosis tulang dan sendi dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan radiologik. Penyakit Tuberculosis tulang dapat mengenai hampir seluruh tulang, tapi yang paling sering adalah Tuberkulosis pada Tulang Panjang, Tuberkulosis pada Tulang Belakang, Tuberkulosis pada Trokanter Mayor, Daktilis Tuberkulosis, Artritis Tuberkulosis, Koksitis Tuberkulosis, Tuberkulosis Sendi Lutut, Tuberkulosis Sendi Bahu, Tuberkulosis Sendi Siku. Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan melihat tanda dan gejala yang ada dan melakukan pemeriksaan laboratorium ( LED meningkat, test sputum BTA, test tuberculin ), dan pada pemeriksaan radiologis dapat dilakukan photo toraks PA karena penyakit TB tulang dapat disebabkan karena penyebaran dari TB paru, jika ada kecurigaan infeksi pada tulang maka dapat dilakukan photo pada tulang (photo polos posisi AP, Lateral dan CT-Scan atau MRI).

2.  Pancoast tumor
Kanker paru merupakan penyakit ganas yang makin meningkat di dunia, yang biasanya timbul pada dasawarsa ke enam. Polusi udara, khususnya akibat merokok merupakan faktor penyebab. Orang yang beresiko tinggi, ialah wanita maupun pria yang merokok lebih dari 20 tahun dan berumur diatas 50 tahun. Karsinoma paru adalah penyakit letal. Jika sudah ada gejala atau tanda dari penyakit, ternyata 75 % sudah tidak dapat sembuh lagi.
Pancoast tumor adalah suatu bronkogenik karsinoma yang berlokasi di celah apikal pleuropulmonary (sulkus superior), dapat menginvasi plexus brachialis, nervus intercostalis, ganglion stellata, serta costa dan vertebra yang terdekat.
Sebuah tumor pada sulkus paru superior biasanya memberi karakteristik berupa sindrom klinik yang disebabkan oleh karena lokasi tumor yang berada pada apeks lobus superior paru. Pada waktu lampau, lesi ini dianggap memiliki resisten terhadap radiasi dan tidak dapat direseksi secara komplit dan kuratif, sehingga dianggap harapan hidup setelah diagnosa tumor pancoast ditegakkan adalah 10 hingga 14 bulan.
Pengenalan klinis yang cermat disertai pemeriksaan radiologi, bronkoskopi sekaligus sitologi brush dan biopsi, merupakan cara yang biasa dipergunakan untuk menemukan tumor ini sedini mungkin. Tumor yang letaknya di perifer, dan sulit dicapai bronkoskopi, alternative alat diagnostik terbaik adalah biopsi aspirasi transthorakal. Kemajuan tehnologi diagnostik dan terapetik diharapkan dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien.

ETIOLOGI
 Merokok adalah penyebab dominant kanker paru, walaupun rangsangan lain seperti polusi udara dan radiasi dapat memperbesar efek dari merokok. Faktor yang mengesankan–statistik, klinik dan eksperimental–menunjukkan keterlibatan merokok. Secara statistik, ada korelasi yang hampir linear antara frekuensi kanker paru dan lamanya merokok. Resiko naik menjadi 20 kali lebih besar pada perokok berat , 40 atau lebih rokok sehari untuk jangka beberapa tahun
 Bukti klinik sebagian besar tergantung dari kelainan progresif pada lapisan epitel saluran nafas pada kebiasaan merokok. Adanya korelasi linear antara intensitas hubungan merokok dengan perubahan epitel yang makin memburuk dimulai dengan metaplasia skuamos yang atipik, lalu displasia dan akhirnya karsinoma insitu.
 Bukti eksperimen, walaupun dihitung setiap tahun, kekurangan suatu hal yang penting–sampai saat ini belum mungkin membuktikan terjadinya kanker pada binatang percobaan yang terpapar pada asap rokok. Meskipun demikian, asap rokok mengkondensasi suatu bahan tumorigenik yang lembut seperti hodrokarbon pilosiklis dan mutagen yang poten serta karsinogen. Walaupun tanpa model percobaan, hubungan antara asap rokok dengan kanker paru makin besar juga.
Rangsangan lain mungkin bereaksi bersama – sama dengan asap rokok atau kemungkinan rangsangan ini sendiri yang menyebabkan terjadinya kanker paru. Polusi udara lingkungan dan tempat kerja tidak diragukan lagi dapat menaikkan insiden neoplasia jenis ini yaitu pada pertambangan bahan radio aktif, pada pekerja asbes (terutama bila ditambahi dengan merokok) dan pada mereka yang banyak berhubungan pada debu yang mengandung arsen, kromium, uranium, nikel, vinil klorida dan gas mustar di tempat kerja.
Perokok berat yang berhubungan dengan asbes memiliki 90 kali resiko lebih besar terjadinya kanker paru dari pada non perokok yang berhubungan dengan asbes. Orang-orang dengan riwayat terpapar radiasi (pekerja tambang bijih – bijih bahan radioaktif, mereka yang terkena bekas ledakan bom atom) telah menaikkan insiden kanker paru.

PATOFISIOLOGI
Untuk kepentingan klinis, kanker paru dibedakan menjadi small cell carcinoma dan non-small cell carsinoma. Penanganan small cell carcinoma berbeda dengan non-small cell carsinoma, karena small cell carcinoma sangat ganas dan dianggap waktu ditemukan sudah ada mestatasis di tempat lain.
 Lebih dari 95 % pancoast tumor adalah jenis non-small cell carsinoma. Dari jenis ini, 52 % adalah carcinoma sel squamous atau adenocarsinoma  dan sel besar carcinoma (kurang lebih 23 % untuk setiap subtype). Sel kecil carcinoma dijumpai kurang dari 5 % pada keseluruhan kasus.
Kurang lebih 80 % pasien karsinoma paru diperkirakan karena rokok. Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, melengket pada mukosa saluran nafas dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel epitel : silia epitel menghilang, sel cadangan hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamos. Lambat laun sel epitel berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi karsinoma dalam berbagai bentuk tipe histopatologi. Polusi udara atau perubahan lingkungan juga dikenal sebagai faktor penyebab karsinoma paru. Pada buruh yang bekerja di pabrik asbes, nikel dan tambang, insiden karsinoma paru meningkat. Cacat di paru misalnya parut karena kaverne yang menyembuh merupakan tempat yang potensial untuk timbulnya karsinoma.

DIAGNOSIS
   GambaranKlinis
            Pada anamnese, didapatkan riwayat merokok pada pasien. Pada pemeriksaan neurologist, tidak ditemukan kelainan neurologis lain yang bersifat fokal, maka pada langkah selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan foto thorax untuk mencari tumor apeks paru. Nyeri pada lengan yang bersifat turun menjalar terutama pada lengan bagian dalam, dapat menjadi tanda yang pertama dijumpai pada Pancoast tumor. Nyeri pada lengan disebabkan oleh invasi tumor
pada plexus brakialis.
Pada pancoast tumor di dapatkan tiga gejala klasik yang disebut sindrom Horner’s. Trias klasik ini terdiri atas miosis, ptosis, dan anhidrosis yang bersifat ipsilateral. Dari ketiga tanda ini anhidrosis merupakan tanda yang jarang dijumpai atau sulit dinilai. Sindrom Horner’s disebabkan oleh invasi neoplasma pada saraf paravertebral simpatis. Kerusakan pada saraf simpatis berakibat terhadap nervus cranial yang menyebabkan otot dilator iris mengalami parese. Kelemahan, atropi, dan parastesi pada tangan atau lengan juga dapat menjadi tanda yang dijumpai. Pada 25% pasien, tekanan pada spinal cord dan timbulnya paraplegi, disebabkan oleh karena invasi tumor ke dalam foramen intervertebra. Manifestasi klinik lainnya yang jarang dijumpai adalah sindrom vena cava superior, dimana kompresi pada vena cava superior menyebabkan dipsnue serta udem pada wajah dan ekstremitas bagian atas.
Pada pemeriksaan fisik, jari tangan berbentuk tabuh, bentuk dinding toraks berubah dan trachea mengalami devisiasi. Kadang – kadang tumor di daerah perifer meluas pada dinding toraks dan muncul berupa penonjolan.Pembesaran kelenjar getah bening di leher dan aksila merupakan manifestasi metastatis karsinoma paru dan dalam keadaan tertentu merupakan kunci untuk diagnostic tumor. Adanya suara nafas nyaring mirip asma bronchial merupakan salah satu simptom. Pada stadium lanjut, muncul gejala klinik lebih berat : suara parau, sindrom Homer, sindrom vena cava, sindrom pancoast dan gejala neurologik.

Gambaran Radiologi
 Pemeriksaan fluoroskopi atau foto paru merupakan alat diagnostic yang menentukan. Perselubungan di apeks paru sering disalah diagnosiskan dengan proses spesifik tuberculosis paru. Bila pengobatan spesifik selama 4 – 8 minggu tidak membawa perbaikan, sebaiknya dipikirkan kemungkinan karsinoma paru. Perselubungan yang disertai klasifikasi lebih banyak disebabkan oleh kelainan jinak. Pada kasus yang meragukan dianjurkan pemeriksaan CTScan.
C.TEKNIK RADIOGRAFI
1.Proyeksi AP vertebra thoracal
  • Posisi Penderita
    • Tidur supine diatas meja pemeriksaan, dengan kedua tangan disamping tubuh.
    • Letakan tangan pasien di samping dan atur bahu sampai sejajar dengan garis horizontal
    • Jika pasien tidur supine letakan kepala di atas meja pemeriksaaan /di beri bantalan untuk menekan kebengkokan troracal.
  • Posisi Object
    • Atur MSP tubuh berada ditengah meja pemeriksaan
    • Atur kedua knee joint dan hip joint fleksi
    • Pastikan tak ada rotasi dari thoracal.
  • Arah Sinar
    • Atur tepi atas kaset 3-5 cm dari soulder joint
    • CR tegak lurus pada kaset
    • CP pada TH-7 atau 8 – 9 cm di bawah jugular notch.
    • FFD 100 cm
    • Exposi : pada expirasi dan tahan napas.Kaset 30 x 40



           






Kreteria radiograf
·         Nampak seluruh tulang vertebra
·         Prosesus spinosus berada di tengah
·         Colum vertebra berada di tengah
·         Nampak ribs,shoulders,paru dan diafragma
2.Proyeksi Lateral vertebra thoracal
  • Posisi penderita
ú  Posisi pasien tidur miring kesalah satu sisi dengan kepala diatas bantal dan kaki ditekuk (fleksi).
  • Posisi object
ú  Atur mid koronal plane ditengah meja pemeriksaan atau kaset.
ú  Letakkan spon dibawah abdomen, sehingga thorakal lurus
ú  Kedua knee dan hip joint ditekuk
ú  Pastikan tak ada rotasi shoulder dan pelvis
  • Arah sinar
ú  Atur  tepi atas kaset setinggi 5 cm dari shoulder  joint
ú  CR tegak lurus pada Mid coronal plane
ú  CP pada TH 7 ( 8 – 9 cm di bawah jugular nocth) atau 18-21 cm dari vertebrae prominen (C-7)
ú  FFD 100cm
ú  Exposure : expirasi dan tahan napas.



Kreteria radiografi
·         Nampak vertebra secara jelas melalui ribs dan paru
·         Kedua belas tulang vertebra berada di tengah gambaran
·         Ribs superposisi posterior
·         Nampak intervertebral disk spes

BAB III
PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN

A.  Paparan Kasus
1.      Identitas Pasien
                  Nama                                     :  Tn. W
                  Umur                                      :  59 tahun
                  Jenis Kelamin                      :  Laki-laki
                  Alamat                                   :  Balingasal 2/2 Pedureso Kebumen
                  No. RM                                   :  833957
                  No. Roentgen                       :  10805
                  Pengirim                                : dr. Tri Hastuti
                  Tanggal Pemeriksaan        :  24 Oktober 2011
                  Pemeriksaan                                    :  X-Foto Vertebra thorakal AP-Lateral
                  Keterangan Klinik Pasien  : Tuberkulosi
Riwayat Penyakit                :  Anggota gerak bawah terasa lemah mati rasa,tidak bisa berjalan,susah buang air kecil sejak 6 hari sebelum ke rumah sakit
Diagnosa                            : Tuberkulosis
2.      Riwayat Pasien
                  Pada hari senin, tanggal 24 Oktober 2011 Tn. W, datang ke Bagian Radiologi RSUD Kebumen dengan keluhan anggota gerak bawah sudah mati rasa oleh karena itu Tn.W di antara perawat dengan brangkrat bersama keluarga yang menyertainya. Hasil diagnosa dokter, diduga pasien yang bersangkutan mengalami tuberkulosis.
B.   Teknik Radiografi
1.    Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus, pasien cukup diberikan penjelasan atau arahan mengenai prosedur yang akan dilakukan. Beri tahu pasien untuk melepas benda-benda yang berada di sekitar daerah yang akan difoto agar  membebaskan daerah yang di foto dari benda-benda asing yang mengganggu gambaran radiograf.
2.    Persiapan Alat
-        Pesawat X-Ray
1.            Pesawat Unit :
·           Merk                          : Siemens
·           Control Table          : Erghophos 4
·           No. Seri                    : R18650157
2.            Tabung Sinar-X :
·         Anoda                       : Anoda Putar
·         Type                         : P 150/30/50-100
·         No Model                  : 8855207V2135
·         No. Seri                    : 804024
3.            Vocal Spot:
·         Focus Besar            : 2,0 mm
·         Focus Kecil              : 1,2 mm
4.            Tegangan Maksimum : 125 kV
5.            mAs maksimum            : 1000 mAs
-        Kaset dan film ukuran 30 x 40 cm dan 35 x 35 cm
-        Bucky table
-        Marker
-        Manual prosesing
1.Proyeksi AP
  • Posisi Penderita
    • Tidur supine diatas meja pemeriksaan, dengan kedua tangan disamping tubuh.
    • Letakan tangan pasien di samping dan atur bahu sampai sejajar dengan garis horizontal
    • Jika pasien tidur supine letakan kepala di atas meja pemeriksaaan /di beri bantalan untuk menekan kebengkokan troracal.

  • Posisi Object
    • Atur MSP tubuh berada ditengah meja pemeriksaan
    • Atur kedua knee joint dan hip joint fleksi
    • Pastikan tak ada rotasi dari thorakal.
  • Arah Sinar
    • Atur tepi atas kaset 3-5 cm dari soulder joint
    • CR tegak lurus pada kaset
    • CP pada TH-7 atau (8 – 10 cm di bawah jugular notch).
    • FFD 100 cm
    • Exposi : pada expirasi dan tahan napas.
    • Kv 86 dan mAs adalah 50
    • Kaset 30 x 40 cm dan grid
2.Proyeksi Lateral
  • Posisi penderita
ú  Posisi pasien tidur miring kesalah satu sisi dengan kepala diatas bantal dan kaki ditekuk (fleksi).
  • Posisi object
ú  Atur mid koronal plane ditengah meja pemeriksaan atau kaset.
ú  Letakkan spon dibawah abdomen, sehingga thorakal lurus
ú  Kedua knee dan hip joint ditekuk
ú  Pastikan tak ada rotasi shoulder dan pelvis
  • Arah sinar
ú  Atur  tepi atas kaset setinggi 5 cm dari shoulder  joint
ú  CR tegak lurus pada Mid coronal plane
ú  CP pada TH 7 ( 8 – 10 cm di bawah jugular nocth)
ú  FFD 100cm
ú  Exposure : expirasi dan tahan napas.
ú  Kv yang di gunakan 100 dan mAs 60
ú  Kaset 30 x 40 cm dan grid
pada kasus yang terjadi pada pasien kali ini teknik pemeriksaan pada diagnose tuberculosis , dokter radiologi RSUD Kebumen memerintahkan agar di lakukan teknik pemeriksaan thorax AP karena setelah di baca terdapat destruksi pada coste 1,2 oleh karena itu di perlukan proyeksi thorak AP untuk melihat sebab adanya destruksi tersebut.

3.Proyeksi Thorak AP
Posisi pasien
·         Posisi pasien supine pada meja pemeriksaan.
·         Letekan tangan di samping sehingga scapula terbuka.
Posisi objek
·         Tempatkan kaset di bawah atau di belakang pasien.
·         Tempatkan pertengahan kaset pada CR.
·         Pusatkan pasien ke kaset dan ke CR, periksa dengan melihat pasien dari atas, dekat posisi tabung sinar-X.
·         MSP berada di pertengahan kaset dan tegak lurus dengan kaset.
Central Ray
·         CR tegak lurus kaset
·         CP thoracal ke 5-6
·         FFD 150 cm
·         Kv 70 dan mAs 20
·         Kaset 35 x 35 cm dan grid
Proteksi
a.    Proteksi Pasien
·      Kolimasi secukupnya dengan memperkecil luas lapangan penyinaran.
·      Meminimalisir kesalahan agar tidak terjadi pengulangan foto.
b.    Proteksi Bagi Petugas.
·      Berlindung pada tabir saat melakukan eksposi.
c.      Proteksi Untuk Masyarakat.
·         Pintu pemeriksaan tertutup rapat.
Pengolahan film
Pengolahan film pada Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen menggunakan pengolahan film manual.

C.Pembahasan
1. Hasil Pembacaan Dokter Radiologi RSUD Kebumen
Ø  Foto Vertebra Thoracal
-        Destruksi corpus vertebra thoracalis 1-3 apek dextra
Ø  Foto Thorak
-        Opasita membulat di lubus superior pulmo dextra dengan batas tak tegas lebih kurang 10 cm.
-        Destruksi coste 1,2 posterior dextra dan corpus vertebra thorak 1-2-3 apek dextra
Kesan
-        Pancost tumor yang mendestruksi vertebra thorakcal 1,2 dan coste 1,2 dextra posterior
-        Besar cos normal
2.Pembahasan
            Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang di diagnose tuberculosis dengan mengunakan proyeksi AP,Lateral Vertebra thoracal diperoleh hasil pembacaan dari dokter spesialis radiologi,  terdapat Destruksi corpus vertebra thorakalis 1-3 apek dextra. Maka dari itu dilakukan proyeksi AP  thorak agar terlihat penyebab adanya dstruksi tersebut.Setelah dilakukan proyeksi thorak AP baru di ketahui bahwa pasien yang bersangkutan telah terjangkit tumor pancost yang telah mengerogoti vertebra thoracal 1,2 dan coste 1,2 dextra posterior. Merujuk dari riwayat penyakit yang dialami pasien dan  ternyata benar adanya dia terjangkit tumor pancost karena salah satu penyebab tumor pancost adalah perokok berat.Pada diagnose awal yang menyebutkan anggota gerak bawah yang tak dapat bergerak/lemah disinnyalir karena tumor sudah menyerang dan menyebar ke anggota gerak bawah.

    BAB IV
   PENUTUP

A.   Kesimpulan
Dari pembahasan laporan kasus yang berjudul "Teknik Pemeriksaan Vertebra thoracal Pada Diagnosa Tuberkulosis di Instalasi Radiologi RSUD Kebumen" dapat diambil kesimpulan
1.    Pemeriksaa vertebra thoracal dengan Tuberkulosis ini dilakukan dengan proyeksi anteroposterior dan lateral.
2.    Pemeriksaan vertebra thoracal di RSUD Kebumen sudah dapat memberikan informasi sesuai  yang diperlukan dan telah sesuai dengan standart teori
3.    Proyeksi tambahan Thorak AP berfungsi untuk melihat  penyebab dr terjadinya destruksi pada vertrebra  thoraxcal di mana terdapat tumor pancoast pada costae.
B.   Saran
1.     Sebaiknya proteksi pasien lebih diperhatikan lagi contohnya dengan menggunakan appron pada pasien atau dengan menutupi organ sensitiv pasien dengan pelindung gonad.
2.     Mengunakan kolimasi sesuai proyeksi jangan terlalu luas karena dapat memberikan radiasi yang berlebih terhadap pasien dan dapat menghemat penggunaan film.
3.     Tidak membiarkan keluarga pasien ikut masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Kalaupun hal itu dilakukan sebaiknya dipakaikan apron pada keluarga pasien tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Ballinger, W. J Philip, 1995, Meril’s Atlas Of Radiographic Positioning And Radiologic Prosedure, Volume One, Eighth Edition, Mosby Year Book, Amerika
Bontrager, Kenneth. L, 2001,  Text Book Of Radiographic Positioning And Related Anatomi, Fifth Edition, The Mosby, St. Louis