Word Of Mouth
1. Kualaitas jasa pelayanan
a. Pengertian kualitas pelayanan
Menurut kotler (2000) yang ditulis
dalam tjiotono(2011) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan
yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya
bersifat intangible (tidak berwujud
fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Jasa adalah
proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya (namun
tidak harus) terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau
sumber daya fisik atau barang dan atau penyedia jasa yang disediakan sebagai
solusi atas masalah pelanggan (groonroos,2000).
Menurut
lewis dan booms (Tjipto dan candra,2007),kualitas jasa sebagai ukuran seberapa
bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan
kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa (kotler,2003).
Mutu
pelayanan bersifat multidimensional,melalui penelitian yang dilakukan oleh
robert dan provost perbedaan dimensi mutu pelayanan terbagi atas (Azwar,2010).
1)
Bagi
pemakai jasa pelayanan kesehatan
Mutu
pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi
kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan
serta keramah tamahan petugas dalam melayani pasien, dan atau kesembuhan
penyakit yang sedang diderita pasien.
2)
Bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan
Mutu
pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan yang
diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan atau
otonomi profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
3)
Bagi
penyandang dana pelayanan kesehatan
Mutu
pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana,
kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan
mengurangi kerungian penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut azwar (2010) secra
umum dapat dirumuskan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah yang menunjukan
pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap dengan tingkat kepuasaan rata-rata penduduk
serta pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
b.
Karakteristik
kualitas pelayanan
Kualitas layanan adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dalam pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan konsumen (Tjiptono,2000). Menurut muninjaya (2004),jasa atau kualitas
pelayanan mempunyai empat karakteristik yaitu :
1) Intengibility (tidak
dapat dilihat, dirasakan).
Jasa bersifat intengibility artinya jasa
tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum pelanggan
mencoba atau membeli. Karena sifat jasa ini tidak dapat disentuh dan tidak
dapat dirasa dan sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diinformasikan atau
dipahami secara rohani.
2) Inseparability (tidak dapat dipisahkan)
Jasa pada dasarnya
tidak dapat dipisahkan dari penyedia. Hal ini bisa dilihat dari faktor-faktor
pendukung yang tidak kalah pentingnya dalam pemberian perhatian khususnya pada
tingkat partisipasi atau keterlibatan pelanggan dalam proses jasa misalnya
aktivitas dan peran serta pelajar atau mahasiswa dalam pendidikan disekolah
maupun di perguruan tinggi.
3) Variability (keragaman)
Jasa bersifat
sangat variabel karena merupakan non standardized out-put artinya banyak
variasi bentuk, mutu dan jenisnya tergantung dari siapa, kapan dan dimana jasa
tersebut diproduksi. Variasi juga sangat ditentukan oleh tingkat partisipasi
pelanggan selama jasa disampaikan kepadanya termasuk moral/motivasi staf pada
saat memberikan pelayanan dan bebean organisasi.
4) Perishability (tidak tahan lama)
Jasa merupakan
komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan dan jasa sangat bervariasi
dalam melakukan pemasaran jasa yang di pengaruhi faktor musiman.
Kualitas memiliki
hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen kualitas dalam organisasi jasa
tertentu bukanlah sesuatu yang mudah didifinisikan karena hal tersebut sangat
berhubungan erat dengan pandangan konsumen. Secara umum dikatakan bahwa
kualitas adalah karakteristik produk atau jasa yang di tentukan oleh pemakai
dan di peroleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan.
Kualitas pelayanan menurut wyckof adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengadaan atas tingkat keunggulan tersedia tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan atau konsumen (Tjiptono dan candra 2007).
c.
Dimensi
kualitas pelayanan
Kulaitas
suatu produk baik berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui
dimensi-dimensinya. Menurut iqbal (2007) faktor yang mempengaruhi kualitas jasa
terdiri minimal lima dimensi yaitu :
1)
Tangibles
(tampilan fisik ) yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukan eksistensinya
kepada pihak sksternal meliputi penampilan fisik, perlengkapan, pegawai dan
sarana komunikasi, dapat dilihat dari :
a)
Kebersihan
dan kenyamanan ruangan
b)
Kelengkapan
dan kebersihan peralatan yang digunakan
2)
Reliablity
(keandalan) yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan yang disajikan dengan
segera,akurat dan memuaskan,dapat dilihat dari :
a)
Prosedur
pelayanan tidak berbelit-belit
b)
Efektifitas
jadwal kerja
c)
Meningkatkan
koordinasi antar bagian
3)
Responsiveness
(daya tangkap) yaitu respon atau tanggapan karyawan untuk membentuk para
pelanggan dan memeberikan pelayanan dengan tanggap,dapat dilihat dari :
a)
Kemampuan
petugas kesehatan yang cepat dan tanggap menyelesaikan keluhan
b)
Memberikan
informasi yang jelas dan mudah dipahami
c)
Tindakkan
cepat pada saat pasien membutuhkan pelayanan
4)
Assurance
(jaminan) jaminan kepastian atas kemampuan, pengetahuan, kualitas, keramah
tamahan dan kesopanan karyawan dalam memberikan pelayanan serta ketrampilan
dalam memberikan informasi sehingga menimbulkan rasa percaya pelanggan atau
pasien pada instansi yang bersangkutan, dapat dilihat dari :
a)
Pengetahuan,
kemampuan dan kecakapan petugas kesehatan dalam menjalankan tugas
b)
Menghormati
hak-hak pasien dalam memberikan pelayanan.
5)
Empati
(simpati) yaitu memberikan perhatian yang tulus secara individual, memahami
keinginan pelanggan atau pasien, kemudahan dalam melakukan hubungan dan
komunikasi yang baik kepada pelanggan atau pasien, dapat dilihat dari :
a)
Pelayanan
tanpa memandang status sosial
b)
Memeberikan
pelayanan yang ramah dan sopan
c)
Mendengar
keluhan pasien dengan penuh perhatian
d)
Komunikasi
yang baik dan lancar antara petugas kesehatan dengan pasien.
2.
Kepuasan
pelanggan atau pasien
Kata kepuasan atau
satisfaction berasal dari bahasa latin “satis”
(artinya cukup baik,memadai) dan “faction”
(melakukan membuat). Kepuasan dapat diartikan sebagai “upaya pemenuhan
sesuatu” atau “membuat sesuatu memadai” (Tjiptono dan candra,2007).
Kepuasan pelayanan adalah
hasil pendapat dan penilaian masyarakt terhadap kinerja pe;ayanan yag diberikan
aparatur penyelenggaraan pelayanan publik (kepenpan No.25 tahun 2004).
Kepuasan pelanggan menurut
rungkuti (2004) adalah mengukur sejauh mana harapan pelanggan terhadap produk
atau jasa yang diberikan dan telah sesuai dengan actual produk atau jasa yang
dia rasakan (kotler,2002)
Indarjati (2001)
menyebutkan adanya tiga macam kindisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh
konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika
harapan atau kebutuhan sama dengan pelayanan yang diberikan maka konsumen akan
merasa puas. Jika layananan yang diberikan pada konsumen tidak sesuai dengan
kebutuhan atau harapan konsumen makaa konsumen menjadi tidak puas.
a.
Harapan
pelanggan atau pasien
Menurut olson dan dover (tjiptono dan candra,2011)
harapan/ekspetasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau
membeli suatu produk,yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja
produk bersangkutan.
b.
Pengukuran
kepuasan pelanggan
Harapan pelanggan mempunyai peranan dalam menentukan
kualitas produk (barang dan jasa) dan
kepuasan pelanggan. Harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk
oleh beberapa faktor, yakni (tjiptono dan candra,2011).
1)
Enduring
service intensifiers
Faktor
ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk
meningkatakan sensitivitasnya terhadap jasa.
2)
Personal
needs
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraan juga sangat menentukan harapannya.
Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraan juga sangat menentukan harapannya.
3)
Transitory
sevice intensifiers
Faktor ini merupakan faktor individual
yang bersifat sementara(jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan
terhadap jasa. Faktor ini meliputi : situasi darurat pada saat pelanggan sangat
membutuhkan jasan dan ingin perusahan bisa membantunya,jsa terakhir yang dikonsumsi
pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik buruknya jasa
berikutnya.
4)
Perceived
service alternatives
Adalah presepsi pelanggan terhadap
tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lainnya yang sejenis. Jika konsumen
memiliki beberapa alternatif, maka harapanmya terhadap suatu jasa cenderung
akan semakin besar.
5)
Self
percieved service roles
Jika konsumen terlibat dalam proses
pemberian jasa dan jasa yang terjadi ternyata tidak begitu baik, maka pelanggan
tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya pada si pemberi jasa.
6)
Situational
factor
Faktor ini terdiri atas segala
kemungkinan yang bisa mempengaruhi kinerja jasa, yang berada diluar kendali
penyedia jasa.
7)
Explicit
service promises
Faktor ini merupakan pernyataan oleh
organisasi tentang jasanya kepada pelanggan.
8)
Implicit
service promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan
jasa, yang memberikankesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang
seharusnya dan yang akan diberikan.
9)
Word
of mouth
Word of mout ini merupakan pernyataan yang disampaikan
oleh orang lain selain organisasi ( service provider) kepada pelanggan.
10) Past experince
Pengalaman
masa lampau meiputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari
yang pernah diterimanya dimasa lalu.
c. Words of Mouth
Words of Mouth, atau biasa
disingkat WoM, menurut Words of mouth Association (WOMMA), merupakan usaha
meneruskan informasi dari satu pelanggan ke pelanggan lain (www.womma.com,
2007). Sedangkan Words of Mouth menurut WOMMA, adalah memberikan pelanggan
alasan untuk membicarakan produk dan layanan anda, dan memudahkan pembicaraan
tersebut terjadi. Words of Mouth adalah seni dan ilmu membangun komunikasi yang
baik dan saling menguntungkan dari pelanggan-ke-pelanggan maupun
pelanggan-keprodusen. Words-of-Mouth tidak dapat dibuat-buat atau diciptakan.
Berusaha membuat-buat words-of-mouth sangat tidak etis dan dapat memberikan
efek sebaliknya. Lebih buruk lagi, usaha tersebut dapat merusak brand dan
merusak reputasi perusahaan. WoM terkadang lebih efektif daripada iklan.
Flintoff (2002), menyebutkan bahwa iklan hanya memiliki interaksi satu arah
kepada pelanggan, sedangkan WoM memiliki interaksi dua arah. Selain itu WoM
dianggap lebih obyektif karena informasi yang sampai kepada calon pelanggan
bukan berasal dari perusahaan, sehingga terkadang menyertakan kelemahan dari
produk yang dapat diantisipasi oleh pelanggan.
Kualitas Layanan dan Words
of Mouth
Kualitas layanan adalah
suatu yang mutlak agar sebuah usaha Words-of- Mouth berjalan dengan baik.
Produsen dapat melakukan usaha Words-of-Mouth yang baik dengan menciptakan
pengalaman yang baik bagi pelanggan dalam hal pelayanan (Goodman, 2005). Selain
itu, Babin, et al (2005) dalam studinya mengenai restoran di Korea, juga
menyebutkan bahwa kualitas layanan berpengaruh positif bagi kinerja Words-of-Mouth.
Dengan demikian, diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2 : Kualitas layanan
berpengaruh positif terhadap Words-of-Mouth
Kepuasan Pelanggan dan Words
of Mouth
Kepuasan pelanggan menurut
Kotler (2000) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan
harapan-harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara
kinerja di bawah harapan, pelanggan akan kecewa. Jika kinerja melebihi harapan
maka pelanggan akan sangat puas. Saat ini kepuasan pelanggan menjadi fokus
perhatian oleh hampir semua pihak, baik pemerintah, pelaku bisnis, pelanggan
dan sebagainya. Hal ini disebabkan semakin baiknya pemahaman mereka atas konsep
kepuasan pelanggan sebagai strategi untuk memenangkan persaingan di dunia
bisnis. Kepuasan pelanggan merupakan hal yang penting bagi penyelenggara jasa,
karena pelanggan akan menyebarluaskan rasa puasnya ke calon pelanggan, sehingga
akan menaikkan reputasi si pemberi jasa. Kepuasan disebabkan karena adanya
interaksi antara harapan dan kenyataan. Sebaliknya apa yang diterima pelanggan
sebaik yang diharapkan adalah faktor yang menetukan kepuasan. Jadi harapan
harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari
kerabat, serta janji dan informasi pemasar dan pesaing. Pelanggan yang puas
akan setia lebih lama tanpa memikirkan harga dan memberikan komentar yang baik
tentang perusahaan. Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus
menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih
banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggan. Kepuasan pelanggan dan kualitas
layanan mempunyai hubungan yang erat, dimana jika kepuasan pelanggan tinggi
maka rangkaian dari kualitas layanan yang dirasakan sesuai dengan harapan
pelanggan. Untuk menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh
pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggan.
Kepuasan pelanggan adalah
respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan setelah pemakaiannya.
Kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih
sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan
ketidakpuasan timbul apabila hasil tidak memenuhi harapan pelanggan. Sedangkan
Kotler (2000) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat keadaan
perasaan seseorang yang merupakan hasil perbandingan antara penilaian
kinerja/hasil akhir produk dalam hubungannya dengan harapan pelanggan. Kinerja
WoM dapat diartikan sebagai kesediaan konsumen untuk menyebarkan rekomendasinya
kepada calon konsumen lain secara gratis. Stokes dan Lomax, (2001) menyebutkan
bahwa manajemen perusahaan harus memberikan semacam intervensi yang dapat memicu
terjadinya rekomendasi dari “advokat yang tak dibayar”. Picu ini sangat penting,
dan harus baru dan spesifik dalam lingkungan pasar. Produsen berharap bahwa
kepuasan pelanggan menciptakan perilaku pelanggan yang dapat membantu
perusahaan menciptakan komunikasi yang lebih efektif. Sebagai contoh,
kepuasan konsumen akan membentuk WoM yang positif bagi perusahaan (Brown et
al, 1997; Szymanski dan Henard 2001, dalam Luo dan Hamburg, 2007). Hal ini
dapat mengurangi biaya perusahaan untuk menarik konsumen baru. Dengan kata
lain, biaya pemasaran untuk menarik konsumen baru dapat ditekan dengan
semakin tingginya kepuasan (Luo dan Hamburg, 2007). Dengan demikian, diajukan
hipotesis sebagai berikut:
H3 : Kepuasan pasien berpengaruh
positif terhadap Words of Mouth
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda