SOP (Space Occupying Process)
2.1.
Patologi SOP (Space Occupying Process)
2.2.1.
Definisi
SOP (Space
Occupying Process) adalah sebuah lesi yang berasal
dari sel-sel otak atau struktur disekelilingnya. Tumor otak terletak pada
intrakranial yang menempati ruang didalam tengkorak. Di Indonesia sudah banyak menderita penyakit tumor
otak sekitar 28 % penduduk Indonesia, tetapi pasien itu tidak mengetahui itu
sendiri (Reeves C,J, cit. Rahman, 2001).
2.2.2. Etiologi
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui.
Radiasi merupakan salah satu dari faktor penyebab
timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi, dan toksin belum dapat dibuktikan
sebagai penyebab timbulnya tumor otak tetapi bahan industri tertentu seperti
nitrosourea adalah krasinogen yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada
mereka yang mendapat imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal. Sumsum
tulang dan pada AIDS (Reeves C,J, cit. Rahman, 2001).
2.2.3. Klasifikasi
Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut
menurut (Lionel Ginsberg, Neurologi :117) yaitu :
1.
Benigna umumnya ekstra aksial,
yaitu tumbuh dari meningen, nervus kranialis, atau struktur lain dan
menyebabkan kompresi ekstrinsik pada substansi otak.
2.
Maligna umumnya intra aksial
yaitu berasal dari parenkim otak :
a) Primer umumnya berasal dari sel glia/neurobia (glioma) tumor ini
diklasifikasikan maligna karena sifat invasif lokal, metastasis ekstrakranial
sangat jarang, dan dikenali sebagai subtipe histologi dan derajat diferensiasi.
b) Sekunder metastasis dari tumor maligna dari bagian tubuh lainnya.
2.2.4. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis.
Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam
pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap
disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim
otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang
ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan
kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan suplai darah
kejaringan otak.
Peningkatan intrakranial dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema
sekitar tumor dan perubahan sirkulasi serebrospinal.
Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya
massa karena tumor akan mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak
yang kaku.
Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak.
Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik
yang menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub arakhnoid menimbulkan hidrosephalus.
Peningkatan intrakranial akan membahayakan jiwa
bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicaraknan
sebelumnya. Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan
untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna bila apabila tekanan
intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume
darah intrakranial, volume cairan cerebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi ulkus/ serebulum. herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis
bergeser keinterior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemister otak.
Herniasi menekan ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf
ke tiga.
Pada herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser
kebawah melalui foramen magnum oleh suatu massa poterior (Suddart, Brunner., cit.
Rahman, 2001).
2.2.5.
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgent
kepala
Untuk diagnostik
sekurang-kurangnya diambil dari dua arah yaitu antero poterior dan lateral.
2. Angiografi serebral.
3. EEG.
4. CT
Scan.
5. MRI (Rahman, 2011).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda