Teknik Pemeriksaan Vertebra Thoracal Pada Diagnosa Tuberkulosis Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan ilmu radiologi yang sejalan
dengan kemajuan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu pada umumnya menghasilkan
pemeriksaan diagnostik (diagnostik
imaging) yang semakin informatif. Perkembangan ilmu radiologi yang juga diiringi
perkembangan peralatan radiologi yang semakin mutakhir menuntut manusia untuk
meningkatkan kualitas, ketrampilan dan kinerja radiografer.Oleh karena itu,Praktek
Kerja Lapangan (PKL) adalah merupakan salah satu program untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan mahasiswa jurusan Teknik Radiodiagnostik dan
Radioterapi dalam bidang teknik pemeriksaan Radiologi.
Di
antara teknik pemeriksaan radiologi yang dipelajari adalah teknik pemeriksaan
vertebra thoracal.Dalam pembuatan laporan kasus ini, penulis tertarik karena pada
teknik pemeriksaan vertebra thoracal pada kasus tuberculosis tulang di RSUD
Kebumen ditambahkan proyeksi thorak AP atas permintaan dokter spesialis
radiologi karena pertimbangan tertentu.Oleh karena itu penulis mengangkat kasus
dengan judul “Teknik Pemeriksaan Vertebra
Thoracal Pada Diagnosa Tuberkulosis Di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Kebumen”.
B.
Rumusan Masalah
Penulis
akan mengangkat permasalahan antara lain:
1.
Bagaimanakah
teknik pemeriksaan vertebra thoracal pada diangnosa Tuberkulosis di Instalasi
Radiologi RSUD Kebumen ?
2.
Apakah
alasan dilakukannya proyeksi tambahan seperti Thorak AP, apakah akan mendukung
dalam pembacaan radiograf ?
3.
Apakah
radiograf yang dihasilkan telah cukup memberikan informasi yang diharapkan ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan laporan
ini adalah sebagai berikut
1.
Penulis
ingin menjelaskan bagaimana prosedur pemeriksaan Vertebra Thoracal dengan diagnosa
Tuberkulosis yang biasa dilakukan di instalasi radiologi RSUD Kebumen.
2. Untuk mengetahui alasan dilakukannya
proyeksi tambahan seperti Thorak AP, apakah akan mendukung dalam pembacaan
radiograf ?
3.
Tujuan
penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui fungsi pemeriksaan thorax
AP pada pasien dengan diagnosa
tuberkulosis yang biasa dilakukan di instalasi
radiologi RSUD Kebumen.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi
Penulis
Menambah pengetahuan tentang pemeriksaan vertebra Thoracal khususnya pada diagnosa tuberkulosis dan
melatih dalam pembuatan Laporan Kasus yang berkaitan dengan tugas – tugas
profesionalisme.
2. Bagi
Rumah Sakit
Sebagai masukan radiografer, radiolog, dan pihak yang terkait dalam
melakukan pemeriksaan vertebra thoracal khususnya pada diagnosa tuberculosis.
3. Bagi
Politeknik Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang
Menambah khasanah ilmu teknik radiografi khususnya kasus Tuberkulosis.
E.
Metode Pengumpulan Data
1.
Observasi
Penulis melakukan
pengamatan terhadap radiograf pasien yang telah diperiksa
2.
Pustaka
Penulis membaca buku-buku
penunjang.
3.
Wawancara
Penulis mewawancarai
radiografer, dokter radiologi dan dokter pengirim untuk mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan pemeriksaan tersebut.
F.
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
Penulisan
D.
Manfaat
Penulisan
E.
Metode
Pengumpulan Data
F.
Sistematika
Penulisan
BAB II DASAR TEORI
A.
Anatomi
dan Fisiologi
B.
Patologi
C.
Teknik
Radiografi
BAB III PROFIL KASUS DAN PEMBAHASAN
A.
Paparan
Kasus
B.
Teknik
Radiografi
C.
Pembahasan
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
Lampiran
BAB II
DASAR TEORI
A.Anatomi dan Fisiologi Vertebra Thoracal
Anatomi vertebra thoracal
Kolumna vertebralis atau rangkaian
tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah
tulang yang disebut vertebra atau ruas tulang belakang ( Evelyn C. Pearce,
Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis ). Di bagian dalam tulang terdapat rongga
yang memanjang ke bawah yang berisi sumsum tulang belakang yang merupakan
jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat. Saraf tersebut mengatur
gerakan otot dan organ lain, seperti usus, jantung dan lainnya.
Vertebra thoracal adalah
bagian dari tulang belakang yang dibatasi oleh vertebra cervical di bagian proximal
dan vertebra lumbal di bagian distal.
Vertebra servikalis adalah bagian bawah kepala dengan
ruas-ruas tulang leher yang berjumlah 7 buah (CV I – CV VII). Vertebra
servikalis merupakan bagian terkecil di tulang belakang. Secara anatomi
vertebra servikalis dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah servikal atas (CV1
dan CV2) dan daerah servikal bawah (CV3 sampai CV7). Diantara ruas-ruas
tersebut, ada tiga ruas servikal yang memiliki truktur anatomi yang unik.
Ketiga ruas telah diberi nama khusus, antara lain CV1 disebut atlas, CV2
disebut axis, dan CV7 disebut prominens vertebra.Ruas tulang leher umumnya
mempunyai ciri yaitu badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari
samping ke samping daripada dari depan ke belakang. Vertebra servikalis
mempunyai korpus yang pendek dan korpus ini berbentuk segiempat dengan sudut
agak bulat jika dilihat dari atas. Tebal korpus bagian depan dan bagian
belakang.
Vertebra servikalis pertama dikenal sebagai atlas dimana
berperan sebagai pendukung seluruh tengkorak. Atlas berbeda dengan vertebra
servikalis lainnya karena tidak mempunyai korpus sehingga bentuknya hampir
seperti cincin. Atlas tidak mempunyai prosesus spinosus namun memiliki
tuberkulum posterior yang kecil yang berguna agar pergerakan kepala atau
kranium lebih bebas.
Axis adalah yang terbesar dari semua vertebra servikalis.
Kepala berputar di sekitar tulang axis.Terdapat penonjolan tulang keatas dari
permukaan atas korpus disebut dens epistropheus atau disebut juga prosesus
odontoid (odontoid process). Prosesus odontoid mirip dengan gigi .Permukaan
depan dan belakang dari dens didapati permukaan persendian disebut fasies
artikularis anterior dan posterior. Pada tulang ini prosesus transversus tidak
jelas.
Ciri-ciri vertebra servikalis 7 (vertebra prominens)
antara lain memiliki prosesus spinosus yang panjang dan tidak bercabang,
foramen transversus tidak selalu ada.Vertebra sevical 7 meupakan vertebra
servical yang terakhir yang di miliki sevical yang kemudian bersedi pada
vertebra thoraxcal.
Vertebrae thorakalis atau
ruas tulang punggung lebih besar daripada yang servikal dan di sebelah bawah
menjadi lebih besar. Ciri khas vertebrae thorakalis adalah badannya berbentuk
lebar – lonjong (berbentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil sisi untuk
menyambung costae, lengkungnya agak kecil, Processus Spinosusnya panjang dan mengarah
ke bawah sedangkan Processus Transversus, yang membantu mendukung costae adalah
tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk costae.
Ruas vertebra lumbal 1 berbatasan dengan vertebra throracal
12 Vertebra lumbal korpusnya lebih besar
dibanding vertebra lainnya. Bentuknya lebar dan padat serta berbuntuk bulat
telur. Foramen vertebralis berbentuk segitiga sedikit lebih besar daripada
thorakalis tetapi lebih kecil dari vertebra cervikalis. Prosesus artikularis
superior mengarah ke atas sedang prosesus artikularis inferior mengarah
kebawah. Zygaphofisial joint membentuk sudut 30-500 terhadap MSP.
Tanda-Tanda umum vertebra
Ø
Tiap
vertebrae terdiri atas 2 bagian, yaitu :
o
Segment
anterior : corpus vertebrae.
o
Segment
posterior: arcus neuralis atau arcus vertebrae
Ø
Corpus
& arcus vertebrae membatasi suatu lubang yaitu : foramen vertebrale
Tanda-tanda Khas Vertebra :
Ø Pada
corpus bag dorsal dextra – sinistra tdp dataran sendi untuk bersendi dengan capitulum
costae yi : fovea costalis.
Ø Pada
proc transversus tdp dataran sendi untuk sendi dgn tuberculum costae, kec :
vert th XI-XII yi : fovea costalis transversalis.
Ø Corpus
vertebrae bentuk : jantung
Ø Fovea
costalis sup
Ø Fovea
costalis inf.
Bagian-Bagian Vertebra
1.
Arcus Vertebra
Terdiri dari :
Ø Sepasang
pediculus.
Ø Sepasang
lamina.
Ø 7
processus. Terdiri dari: 4 proc articularis,2 proc transversus,1.proc spinosus
2.
Corpus Vertebra
Ø Bentuk
silinder.
Ø Dataran
cranial & caudal tak rata ditempati
oleh jar ikat fibrocartilago : diskus intervertebralis.
Ø Facies
anterior :
o
Lobang-lobang kecil tempat masuknya a.
nutricia
Ø Facies
posterior :
o
Satu
lobang besar tempat keluarnya vena basivertebralis
3.
Pediculus arcus vertebrae
Ø Sepasang
kanan- kiri
Ø Procesus
pendek tebal & berpangkal pada dataran dorsocranial corpus vertebrae.
Ø Tonjolan
yang menghadap ke dorsal.
Ø Tiap
arcus terdapat lekukan yaitu : incisura vertebralis superior et inferior
Ø Diantara incisura vertebralis
superior et inferior membentuk suatu lobang yaitu : foramen intervertebale yang
dilalui N. spinalis & ggl spinalis.
4.
Lamina Vertebra
Ø Sepasang.
Ø Lanjutan
arcus ke dorso-medial.
Ø Tipis
& lebar, dan bersatu di linea mediana.
Ø Dataran
cranial & caudal yang menghadap ke ventral terlihat kasar , merupakan
tempat perlekatan lig.flavum.
5.
Prosesus Spinosus
Ø Tonjolan
ke dorsal & kaudal, setelah ke-2 lamina bersatu.
Ø Untuk
tempat perlekatan otot-otot & ligament
6.
Procesus articularis
Ø Berpagkal
pada pertemuan antara pediculus & lamina.
Ø Terdapat
sepasang sebelah sebelah cranial yaitu procesus articularis superior.
Dan sepasang sebelah caudal yaitu procesus articularis inferior
7. Prosesus
Transvesus
Ø Sepasang
kanan –kiri.
Ø Berpangkal
pada pertemuan pediculus & lamina
Ø Terdapat
diantara proc articularis superior & inferior.
Ø Perlekatan otot-otot & ligamen
Fungsi Tulang Vertebra
Ø Penyokong
badan & meneruskan berat badan ke punggung & anggota bawah.
Ø Melindungi
medulla spinalis dan selaputnya
Vertebra cervical 4 dan 7
Keterangan
1. Proc.Spinosus
: panjang. Ujung bentuk tuberkel
2. Lamina
Arcus vertebralis : luas & tebal
3. Proc
artic Superior
4. Proc
transversus
5. Pediculus
arcus vertebrae
6. Corpus
vertebrae
7. Foramen
vertebrae
8.
Proc transversus
Vertebra Lumbalis
Keterangan
1.
Proc Spinosus
•
Lebar,tebal,btk
segiempat
2. Lamina arcus
vertebrae
3 Proc artic superior
Facet sendi konkaf
4. Proc
transversus
5.
6. Corpus
vertebrae
•
Bag
depan >> tebal dari bag blkg.
•
Dataran
blkg konkaf dlm arah transv.
•
Dataran
atas & bawah datar / sdkt konkaf
B.PATOLOGI
1.Tuberkulosis
A. DEFINISI
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosa dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan
tuberkel dan necrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif
yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari focus
jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat
terjadi pada waktu infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering
terjadi pada anak-anak.
B. EPIDEMOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan kejadian yang paling umum dari
tuberculosis tulang & itu terjadi sekitar 50% dari semua kasus tuberkuosis
tulang hampir 88% tentang kasus infeksi atau peradangan tulang belakang yang
kronis adalah tuberculous asal (kemp et.al 1973). Area predileksi yang utama
adalah Tulang belakang, Pinggul, Lutut, Kaki, Siku, Tangan, dan Bahu. Rahang
bawah (mandibula) dan sendi temperomandibular adalah daerah yang paling sedikit
kejadiannya.
Frekuensi tuberculosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang
belakang, biasanya di daerah vertebra torakal atau vertebra lumbal, dan jarang
terdapat di darah vertebra servikalis.
C. ETIOLOGI
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman ini dapat
menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada
manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ
lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Beberapa penderita
tuberkulosis Osteoarticular merupakan hasil penyebaran secara hematogen dari
suatu infeksi primer fokus jauh. Fokus primer mungkin terjadi di paru-paru atau
di lymphonode mediastinum, mesentry, daerah cervical dan ginjal. Infeksi
menjangkau sistem tulang melalui saluran vaskuler, yang biasanya arteri sebagai
hasil bacillemia atau kadang-kadang di dalam tulang belakang (axial skeleton)
melalui vena plexus batson’s . Tuberculosis tulang & sendi dikatakan akan
berkembang 2 sampai 3 tahun setelah fokus primer.
Basil Tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada
tempat infeksi timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus
yang kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis
piogenik, maka pembentukan tulang baru pada tuberculosis tulang sangat sedikit
atau tidak ada sama sekali. Disamping itu periostitis dan sekwester hampir
tidak ada. Pada tuberculosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang
rawan sendi atau discus intervertebra.
E. GEJALA KLINIS
Pada Arthritis Tuberkulosa berlangsung lambat, kronik dan biasanya hanya
mengenai 1 sendi, keluhan biasanya ringan dan makin lama makin berat disertai
perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, penurunan berat badan.
Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, malaise, keringat malam,
anoreksia biasanya bersamaan dengan tuberculosis milier.
Pada sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada
arthritis yang lainnya. Tanda awal berupa bengkak, nyeri dan keterbatasan
lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah yang terkena teraba panas, kadang-kadang
malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa terjadi sendi berada dalam
kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis.
Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night
start). Mungkin disertai demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat,
kelemahan otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.
Bila pinggul yang terkena, maka terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit
rasa tidak enak. Dalam keadan yang lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan
dan mengangkat tungkai pada sendi pinggul yang terkena, disertai rasa sakit
yang sangat mengganggu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut.
Tuberkulosis vertebra (penyakit pott) biasanya terjadi didaerah
thoracolumbal. Penyakit pott merupakan 50% dari seluruh kasus tuberculosis
tulang dan sendi. Pada mulanya seluruh kasus Tuberculosis tulang dan sendi.
Pada mulanya proses tejadi di bagian depan discus intervertebra, menyebabkan
penyempitan ruang discus, memberi keluhan nyeri punggung yang menahun, kemudian
disertai munculnya kifosis runcing akibat remuknya korpus vertebra yang terkena
yang disebut gibbus. Gangguan neurologis terjadi karena terkenanya spinal cord
atau adanya meningitis.
F. DIAGNOSA
Di Negara berkembang diagnosis tuberculosis tulang dan sendi dapat
ditegakkan dengan
pemeriksaan klinik dan radiologik. Penyakit
Tuberculosis tulang dapat mengenai hampir seluruh tulang, tapi yang paling
sering adalah Tuberkulosis pada Tulang Panjang, Tuberkulosis pada Tulang
Belakang, Tuberkulosis pada Trokanter Mayor, Daktilis Tuberkulosis, Artritis
Tuberkulosis, Koksitis Tuberkulosis, Tuberkulosis Sendi Lutut, Tuberkulosis
Sendi Bahu, Tuberkulosis Sendi Siku. Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan
melihat tanda dan gejala yang ada dan melakukan pemeriksaan laboratorium ( LED
meningkat, test sputum BTA, test tuberculin ), dan pada pemeriksaan radiologis
dapat dilakukan photo toraks PA karena penyakit TB tulang dapat disebabkan
karena penyebaran dari TB paru, jika ada kecurigaan infeksi pada tulang maka dapat
dilakukan photo pada tulang (photo polos posisi AP, Lateral dan CT-Scan atau
MRI).
2. Pancoast tumor
Kanker paru merupakan penyakit ganas yang makin
meningkat di dunia, yang biasanya timbul pada dasawarsa ke enam. Polusi udara,
khususnya akibat merokok merupakan faktor penyebab. Orang yang beresiko tinggi,
ialah wanita maupun pria yang merokok lebih dari 20 tahun dan berumur diatas 50
tahun. Karsinoma paru adalah penyakit letal. Jika sudah ada gejala atau tanda
dari penyakit, ternyata 75 % sudah tidak dapat sembuh lagi.
Pancoast tumor adalah suatu bronkogenik karsinoma
yang berlokasi di celah apikal pleuropulmonary (sulkus superior), dapat
menginvasi plexus brachialis, nervus intercostalis, ganglion stellata, serta
costa dan vertebra yang terdekat.
Sebuah tumor pada sulkus paru superior biasanya
memberi karakteristik berupa sindrom klinik yang disebabkan oleh karena lokasi
tumor yang berada pada apeks lobus superior paru. Pada waktu lampau, lesi ini
dianggap memiliki resisten terhadap radiasi dan tidak dapat direseksi secara
komplit dan kuratif, sehingga dianggap harapan hidup setelah diagnosa tumor
pancoast ditegakkan adalah 10 hingga 14 bulan.
Pengenalan klinis yang cermat
disertai pemeriksaan radiologi, bronkoskopi sekaligus sitologi brush dan
biopsi, merupakan cara yang biasa dipergunakan untuk menemukan tumor ini sedini
mungkin. Tumor yang letaknya di perifer, dan sulit dicapai bronkoskopi,
alternative alat diagnostik terbaik adalah biopsi aspirasi transthorakal.
Kemajuan tehnologi diagnostik dan terapetik diharapkan dapat meningkatkan angka
harapan hidup pasien.
ETIOLOGI
Merokok
adalah penyebab dominant kanker paru, walaupun rangsangan lain seperti polusi
udara dan radiasi dapat memperbesar efek dari merokok. Faktor yang
mengesankan–statistik, klinik dan eksperimental–menunjukkan keterlibatan
merokok. Secara statistik, ada korelasi yang hampir linear antara frekuensi
kanker paru dan lamanya merokok. Resiko naik menjadi 20 kali lebih besar pada
perokok berat , 40 atau lebih rokok sehari untuk jangka beberapa tahun
Bukti klinik
sebagian besar tergantung dari kelainan progresif pada lapisan epitel saluran
nafas pada kebiasaan merokok. Adanya korelasi linear antara intensitas hubungan
merokok dengan perubahan epitel yang makin memburuk dimulai dengan metaplasia
skuamos yang atipik, lalu displasia dan akhirnya karsinoma insitu.
Bukti
eksperimen, walaupun dihitung setiap tahun, kekurangan suatu hal yang
penting–sampai saat ini belum mungkin membuktikan terjadinya kanker pada
binatang percobaan yang terpapar pada asap rokok. Meskipun demikian, asap rokok
mengkondensasi suatu bahan tumorigenik yang lembut seperti hodrokarbon
pilosiklis dan mutagen yang poten serta karsinogen. Walaupun tanpa model
percobaan, hubungan antara asap rokok dengan kanker paru makin besar juga.
Rangsangan lain mungkin bereaksi bersama – sama
dengan asap rokok atau kemungkinan rangsangan ini sendiri yang menyebabkan
terjadinya kanker paru. Polusi udara lingkungan dan tempat kerja tidak
diragukan lagi dapat menaikkan insiden neoplasia jenis ini yaitu pada
pertambangan bahan radio aktif, pada pekerja asbes (terutama bila ditambahi
dengan merokok) dan pada mereka yang banyak berhubungan pada debu yang
mengandung arsen, kromium, uranium, nikel, vinil klorida dan gas mustar di
tempat kerja.
Perokok berat yang berhubungan dengan asbes memiliki
90 kali resiko lebih besar terjadinya kanker paru dari pada non perokok yang
berhubungan dengan asbes. Orang-orang dengan riwayat terpapar radiasi (pekerja
tambang bijih – bijih bahan radioaktif, mereka yang terkena bekas ledakan bom
atom) telah menaikkan insiden kanker paru.
PATOFISIOLOGI
Untuk kepentingan klinis, kanker paru dibedakan
menjadi small cell carcinoma dan non-small cell carsinoma. Penanganan small
cell carcinoma berbeda dengan non-small cell carsinoma, karena small cell
carcinoma sangat ganas dan dianggap waktu ditemukan sudah ada mestatasis di
tempat lain.
Lebih dari 95
% pancoast tumor adalah jenis non-small cell carsinoma. Dari jenis ini, 52 %
adalah carcinoma sel squamous atau adenocarsinoma dan sel besar carcinoma
(kurang lebih 23 % untuk setiap subtype). Sel kecil carcinoma dijumpai kurang
dari 5 % pada keseluruhan kasus.
Kurang lebih 80 % pasien karsinoma paru diperkirakan
karena rokok. Tar yang dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, melengket
pada mukosa saluran nafas dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel
epitel : silia epitel menghilang, sel cadangan hiperplasia dan mengalami
metaplasia sel skuamos. Lambat laun sel epitel berubah dalam bentuk displasia
dan kemudian menjadi karsinoma dalam berbagai bentuk tipe histopatologi. Polusi
udara atau perubahan lingkungan juga dikenal sebagai faktor penyebab karsinoma
paru. Pada buruh yang bekerja di pabrik asbes, nikel dan tambang, insiden
karsinoma paru meningkat. Cacat di paru misalnya parut karena kaverne yang
menyembuh merupakan tempat yang potensial untuk timbulnya karsinoma.
DIAGNOSIS
GambaranKlinis
Pada anamnese, didapatkan riwayat merokok pada pasien. Pada pemeriksaan neurologist, tidak ditemukan kelainan neurologis lain yang bersifat fokal, maka pada langkah selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan foto thorax untuk mencari tumor apeks paru. Nyeri pada lengan yang bersifat turun menjalar terutama pada lengan bagian dalam, dapat menjadi tanda yang pertama dijumpai pada Pancoast tumor. Nyeri pada lengan disebabkan oleh invasi tumor
GambaranKlinis
Pada anamnese, didapatkan riwayat merokok pada pasien. Pada pemeriksaan neurologist, tidak ditemukan kelainan neurologis lain yang bersifat fokal, maka pada langkah selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan foto thorax untuk mencari tumor apeks paru. Nyeri pada lengan yang bersifat turun menjalar terutama pada lengan bagian dalam, dapat menjadi tanda yang pertama dijumpai pada Pancoast tumor. Nyeri pada lengan disebabkan oleh invasi tumor
pada plexus brakialis.
Pada pancoast tumor di dapatkan tiga gejala klasik
yang disebut sindrom Horner’s. Trias klasik ini terdiri atas miosis, ptosis,
dan anhidrosis yang bersifat ipsilateral. Dari ketiga tanda ini anhidrosis
merupakan tanda yang jarang dijumpai atau sulit dinilai. Sindrom Horner’s
disebabkan oleh invasi neoplasma pada saraf paravertebral simpatis. Kerusakan
pada saraf simpatis berakibat terhadap nervus cranial yang menyebabkan otot
dilator iris mengalami parese. Kelemahan, atropi, dan parastesi pada tangan
atau lengan juga dapat menjadi tanda yang dijumpai. Pada 25% pasien, tekanan
pada spinal cord dan timbulnya paraplegi, disebabkan oleh karena invasi tumor
ke dalam foramen intervertebra. Manifestasi klinik lainnya yang jarang dijumpai
adalah sindrom vena cava superior, dimana kompresi pada vena cava superior
menyebabkan dipsnue serta udem pada wajah dan ekstremitas bagian atas.
Pada pemeriksaan fisik, jari tangan berbentuk tabuh,
bentuk dinding toraks berubah dan trachea mengalami devisiasi. Kadang – kadang
tumor di daerah perifer meluas pada dinding toraks dan muncul berupa
penonjolan.Pembesaran kelenjar getah bening di leher dan aksila merupakan
manifestasi metastatis karsinoma paru dan dalam keadaan tertentu merupakan
kunci untuk diagnostic tumor. Adanya suara nafas nyaring mirip asma bronchial
merupakan salah satu simptom. Pada stadium lanjut, muncul gejala klinik lebih
berat : suara parau, sindrom Homer, sindrom vena cava, sindrom pancoast dan
gejala neurologik.
Gambaran Radiologi
Pemeriksaan fluoroskopi atau foto paru
merupakan alat diagnostic yang menentukan. Perselubungan di apeks paru sering
disalah diagnosiskan dengan proses spesifik tuberculosis paru. Bila pengobatan
spesifik selama 4 – 8 minggu tidak membawa perbaikan, sebaiknya dipikirkan
kemungkinan karsinoma paru. Perselubungan yang disertai klasifikasi lebih
banyak disebabkan oleh kelainan jinak. Pada kasus yang meragukan dianjurkan
pemeriksaan CTScan.
C.TEKNIK RADIOGRAFI
1.Proyeksi AP vertebra
thoracal
- Posisi Penderita
- Tidur supine diatas meja pemeriksaan, dengan kedua
tangan disamping tubuh.
- Letakan
tangan pasien di samping dan atur bahu sampai sejajar dengan garis
horizontal
- Jika
pasien tidur supine letakan kepala di atas meja pemeriksaaan /di beri
bantalan untuk menekan kebengkokan troracal.
- Posisi Object
- Atur MSP tubuh berada ditengah meja pemeriksaan
- Atur kedua knee joint dan hip joint fleksi
- Pastikan tak ada rotasi dari thoracal.
- Arah Sinar
- Atur tepi atas kaset 3-5 cm dari soulder joint
- CR tegak lurus pada kaset
- CP pada TH-7 atau 8 – 9 cm di bawah
jugular notch.
- FFD 100 cm
- Exposi : pada expirasi dan tahan napas.Kaset 30 x 40
Kreteria
radiograf
·
Prosesus spinosus berada di tengah
·
Colum vertebra berada di tengah
·
Nampak ribs,shoulders,paru dan diafragma
2.Proyeksi Lateral vertebra
thoracal
- Posisi penderita
ú
Posisi pasien tidur miring kesalah satu sisi dengan
kepala diatas bantal dan kaki ditekuk (fleksi).
- Posisi object
ú
Atur mid koronal plane ditengah meja pemeriksaan atau
kaset.
ú
Letakkan spon dibawah abdomen, sehingga thorakal lurus
ú
Kedua knee dan hip joint ditekuk
ú
Pastikan tak ada rotasi shoulder dan pelvis
- Arah sinar
ú
Atur tepi atas
kaset setinggi 5 cm dari shoulder joint
ú
CR tegak lurus pada Mid coronal plane
ú
CP pada TH 7 ( 8 – 9 cm di
bawah jugular nocth) atau 18-21 cm dari vertebrae prominen (C-7)
ú
FFD 100cm
Kreteria
radiografi
·
Nampak vertebra secara jelas melalui ribs dan
paru
·
Kedua belas tulang vertebra berada di tengah
gambaran
·
Ribs superposisi posterior
·
Nampak intervertebral disk spes
BAB
III
PROFIL
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Paparan Kasus
1. Identitas
Pasien
Nama : Tn. W
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Balingasal 2/2 Pedureso Kebumen
No. RM :
833957
No. Roentgen : 10805
Pengirim : dr. Tri
Hastuti
Tanggal Pemeriksaan :
24 Oktober 2011
Pemeriksaan : X-Foto Vertebra thorakal AP-Lateral
Keterangan
Klinik Pasien : Tuberkulosi
Riwayat Penyakit : Anggota
gerak bawah terasa lemah mati rasa,tidak bisa berjalan,susah buang air kecil
sejak 6 hari sebelum ke rumah sakit
Diagnosa : Tuberkulosis
2. Riwayat
Pasien
Pada
hari senin, tanggal 24 Oktober
2011 Tn. W, datang ke Bagian Radiologi RSUD Kebumen dengan keluhan anggota gerak bawah sudah
mati rasa oleh karena itu Tn.W di antara perawat dengan brangkrat bersama
keluarga yang menyertainya. Hasil diagnosa dokter, diduga pasien yang bersangkutan
mengalami tuberkulosis.
B. Teknik Radiografi
1. Persiapan
Pasien
Tidak
ada persiapan khusus, pasien cukup diberikan
penjelasan atau arahan mengenai prosedur yang
akan dilakukan. Beri tahu pasien untuk melepas benda-benda yang berada
di sekitar daerah yang akan difoto agar
membebaskan daerah yang di foto dari benda-benda asing yang mengganggu
gambaran radiograf.
2.
Persiapan Alat
-
Pesawat
X-Ray
1.
Pesawat
Unit :
·
Merk
: Siemens
·
Control
Table : Erghophos 4
·
No.
Seri : R18650157
2.
Tabung
Sinar-X :
·
Anoda : Anoda Putar
·
Type : P 150/30/50-100
·
No
Model : 8855207V2135
·
No.
Seri : 804024
3.
Vocal
Spot:
·
Focus
Besar : 2,0 mm
·
Focus
Kecil : 1,2 mm
4.
Tegangan
Maksimum : 125 kV
5.
mAs
maksimum : 1000 mAs
-
Kaset
dan film ukuran 30 x 40 cm dan 35 x 35 cm
-
Bucky
table
-
Marker
-
Manual
prosesing
1.Proyeksi AP
- Posisi Penderita
- Tidur supine diatas meja pemeriksaan, dengan kedua
tangan disamping tubuh.
- Letakan
tangan pasien di samping dan atur bahu sampai sejajar dengan garis
horizontal
- Jika
pasien tidur supine letakan kepala di atas meja pemeriksaaan /di beri
bantalan untuk menekan kebengkokan troracal.
- Posisi Object
- Atur MSP tubuh berada ditengah meja pemeriksaan
- Atur kedua knee joint dan hip joint fleksi
- Pastikan tak ada rotasi dari thorakal.
- Arah Sinar
- Atur tepi atas kaset 3-5 cm dari soulder joint
- CR tegak lurus pada kaset
- CP pada TH-7 atau (8 – 10 cm
di bawah jugular notch).
- FFD 100 cm
- Exposi : pada expirasi dan tahan napas.
- Kv
86 dan mAs adalah 50
- Kaset 30 x 40 cm dan grid
2.Proyeksi Lateral
- Posisi penderita
ú
Posisi pasien tidur miring kesalah satu sisi dengan
kepala diatas bantal dan kaki ditekuk (fleksi).
- Posisi object
ú
Atur mid koronal plane ditengah meja pemeriksaan atau
kaset.
ú
Letakkan spon dibawah abdomen, sehingga thorakal lurus
ú
Kedua knee dan hip joint ditekuk
ú
Pastikan tak ada rotasi shoulder dan pelvis
- Arah sinar
ú
Atur tepi atas
kaset setinggi 5 cm dari shoulder joint
ú
CR tegak lurus pada Mid coronal plane
ú
CP pada TH 7 ( 8 – 10 cm di bawah jugular nocth)
ú
FFD 100cm
ú
Exposure : expirasi dan tahan napas.
ú
Kv
yang di gunakan 100 dan mAs 60
ú
Kaset
30 x 40 cm dan grid
pada
kasus yang terjadi pada pasien kali ini teknik pemeriksaan pada diagnose tuberculosis
, dokter radiologi RSUD Kebumen memerintahkan agar di lakukan teknik
pemeriksaan thorax AP karena setelah di baca terdapat destruksi pada coste 1,2
oleh karena itu di perlukan proyeksi thorak AP untuk melihat sebab adanya
destruksi tersebut.
3.Proyeksi Thorak AP
Posisi
pasien
·
Posisi pasien supine pada meja pemeriksaan.
·
Letekan tangan di samping sehingga scapula
terbuka.
Posisi objek
·
Tempatkan kaset di bawah atau di belakang
pasien.
·
Tempatkan pertengahan kaset pada CR.
·
Pusatkan pasien ke kaset dan ke CR, periksa
dengan melihat pasien dari atas, dekat posisi tabung sinar-X.
·
MSP berada di pertengahan kaset dan tegak
lurus dengan kaset.
Central Ray
·
CR tegak lurus kaset
·
CP thoracal ke 5-6
·
FFD 150 cm
·
Kv 70 dan mAs 20
·
Kaset 35 x 35 cm dan grid
Proteksi
a.
Proteksi Pasien
·
Kolimasi
secukupnya dengan memperkecil luas lapangan penyinaran.
·
Meminimalisir kesalahan agar tidak terjadi pengulangan foto.
b.
Proteksi Bagi Petugas.
·
Berlindung
pada tabir saat melakukan eksposi.
c.
Proteksi
Untuk Masyarakat.
·
Pintu
pemeriksaan tertutup rapat.
Pengolahan film
Pengolahan
film pada Rumah Sakit Umum
Daerah Kebumen menggunakan pengolahan film manual.
C.Pembahasan
1. Hasil
Pembacaan Dokter Radiologi RSUD Kebumen
Ø
Foto
Vertebra Thoracal
-
Destruksi
corpus vertebra thoracalis 1-3 apek dextra
Ø
Foto
Thorak
-
Opasita
membulat di lubus superior pulmo dextra dengan batas tak tegas lebih kurang 10
cm.
-
Destruksi
coste 1,2 posterior dextra dan corpus vertebra thorak 1-2-3 apek dextra
Kesan
-
Pancost
tumor yang mendestruksi vertebra thorakcal 1,2 dan coste 1,2 dextra posterior
-
Besar
cos normal
2.Pembahasan
Berdasarkan
pemeriksaan yang dilakukan pada pasien yang di diagnose tuberculosis dengan mengunakan
proyeksi AP,Lateral Vertebra thoracal diperoleh hasil pembacaan dari dokter
spesialis radiologi, terdapat Destruksi
corpus vertebra thorakalis 1-3 apek dextra. Maka dari itu dilakukan proyeksi AP
thorak agar terlihat penyebab adanya
dstruksi tersebut.Setelah dilakukan proyeksi thorak AP baru di ketahui bahwa
pasien yang bersangkutan telah terjangkit tumor pancost yang telah mengerogoti
vertebra thoracal 1,2 dan coste 1,2 dextra posterior. Merujuk dari riwayat penyakit
yang dialami pasien dan ternyata benar
adanya dia terjangkit tumor pancost karena salah satu penyebab tumor pancost
adalah perokok berat.Pada diagnose awal yang menyebutkan anggota gerak bawah
yang tak dapat bergerak/lemah disinnyalir karena tumor sudah menyerang dan
menyebar ke anggota gerak bawah.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan
laporan kasus yang berjudul "Teknik Pemeriksaan Vertebra thoracal Pada
Diagnosa Tuberkulosis di Instalasi Radiologi RSUD Kebumen" dapat
diambil kesimpulan
1. Pemeriksaa vertebra thoracal dengan Tuberkulosis ini
dilakukan dengan proyeksi anteroposterior dan lateral.
2. Pemeriksaan vertebra thoracal di RSUD Kebumen sudah dapat
memberikan informasi sesuai yang diperlukan
dan telah sesuai dengan standart teori
3. Proyeksi tambahan Thorak AP berfungsi untuk melihat penyebab dr terjadinya destruksi pada vertrebra
thoraxcal di mana terdapat tumor
pancoast pada costae.
B.
Saran
1.
Sebaiknya proteksi pasien lebih diperhatikan lagi
contohnya dengan menggunakan appron pada pasien atau dengan menutupi organ
sensitiv pasien dengan pelindung gonad.
2.
Mengunakan
kolimasi sesuai proyeksi jangan terlalu luas karena dapat memberikan radiasi
yang berlebih terhadap pasien dan dapat menghemat penggunaan film.
3.
Tidak
membiarkan keluarga pasien ikut masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Kalaupun hal
itu dilakukan sebaiknya dipakaikan apron pada keluarga pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ballinger, W. J
Philip, 1995, Meril’s Atlas Of
Radiographic Positioning And Radiologic Prosedure, Volume One, Eighth Edition, Mosby Year Book, Amerika
Bontrager, Kenneth.
L, 2001, Text Book Of Radiographic Positioning And
Related Anatomi, Fifth Edition, The Mosby, St. Louis